Tuhan Bekerja dengan Cara Misterius
Dr. ME Fuady, M.Ikom (Dosen Fikom Unisba, Pengamat Komunikasi Politik)
“PAK… Pak…!! Tolongin saya, pak…!! Tolong!!” teriak seorang remaja SMA yang mengendarai sebuah Mio merah. Saya terperanjat bukan main. Bagaimana tidak, ia berteriak meminta tolong di tengah jalan raya Soekarno Hatta, tepat setelah belokan PINDAD. Lalu lintas malam itu melaju cepat, dan tiba-tiba ada remaja yang memepet motor saya membuat kendaraan di belakang menjadi kagok.
Dalam gelapnya malam yang lengang itu, saya menghentikan motor.
“Memang kenapa?” tanya saya.
“Itu, pak… ada yang ngejar saya!” jawabnya panik.
“Siapa?”
“Saya juga tidak tahu, pak. Tiba-tiba dia mengancam saya. Katanya dia anak gangster.”
Beberapa detik kemudian, sebuah motor lain datang dan mengerem mendadak, menyesuaikan laju kendaraan kami. Pengendaranya bertanya dengan nada keras, “Bapak saha?! Bapak saha?!” Saya memilih tidak menjawab. Kami akhirnya menepi ke sisi jalan agar tidak mengganggu pengguna jalan lain.
Dengan mesin motor masih menyala, saya bertanya pada remaja yang baru datang itu, “Sebenarnya ada apa?” Remaja itu berkata, “Saya lagi naik motor, tiba-tiba dipukul sama anak itu,” sambil menunjuk remaja yang tadi meminta tolong. Kemudian, ia bertanya lagi, “Bapak siapa? Naon ieu? Lepaskan!” sambil mengibaskan tangan saya yang refleks menahan lengannya.
Hanya dalam hitungan detik, ia pergi begitu saja. Aneh.
Saya pun bertanya pada remaja yang meminta tolong. Ia menjelaskan, “Saya lagi naik motor, pak. Tiba-tiba dia suruh saya berhenti. Saya tidak mau. Terus dia minta dompet saya, katanya mau lihat KTP. Saya bilang tidak bawa. Dia marah dan tidak percaya. Saya kabur, tapi dia ngejar terus.”
Saat itu saya menduga kuat, kemungkinan besar itu adalah modus pembegalan. Pelaku menuduh korban melakukan pemukulan, meminta dompet dengan alasan mengecek identitas, padahal tujuan utamanya adalah merampas dompet atau motor. Jika remaja itu berhenti dan menyerahkan dompetnya, bisa jadi ia kehilangan semuanya.
“Rumah di mana?” tanya saya.
“Riung Panyileukan, pak,” jawabnya. Jauh juga. Ia berkata, “Saya takut pulang.”
“SMA mana?”
“SMA Pasundan, pak.”
“Baik, saya kawal dari belakang.”
Saya kemudian mengantarnya sampai gerbang Riung Panyileukan meski mata saya tak begitu awas di malam hari karena mata kanan ablasio retina. Ia pulang dengan selamat. Alhamdulillah.
Dalam perjalanan pulang, pikiran saya tak berhenti bertanya. Mengapa saya harus lewat jalan itu. Mengapa tidak memilih jalan lainnya yang biasa saya lewati. Mengapa saya harus berada persis di waktu dan tempat ketika remaja itu membutuhkan pertolongan.
Siapa yang membuat rangkaian peristiwa itu terjadi begitu tepat waktunya.
Pertanyaan itu terjawab dengan sendirinya, Allah lah yang mengatur semua itu.
Jika saya memilih rute lain, mungkin saya tidak bertemu remaja tersebut. Tidak ada yang kebetulan, semua dijalin oleh kehendak Tuhan.
Saya teringat kisah nyata tentang seorang ayah dengan dua anak perempuan. Ia bekerja di sebuah perusahaan dan pulang berjalan kaki setiap hari. Biasanya ia melewati jalan terdekat menuju rumah. Tetapi malam itu entah mengapa ia memilih pulang lewat sebuah gang yang memutar dan minim penerangan, jalan yang jarang ia lalui.
Saat ia berjalan di kegelapan, samar samar ia melihat seorang pria hendak melakukan kejahatan kepada seorang perempuan. Laki laki itu spontan menolong hingga pelaku kabur. Kemudian, di malam pekat minim penerangan itu ia bertanya kondisi perempuan tersebut. Tiba tiba si gadis bertanya pelan, “Daddy… is that you”
Betapa terkejut laki laki tersebut, ternyata perempuan yang ia selamatkan adalah anaknya sendiri. Tak terbayangkan jika ia mengabaikan intuisi dan memilih jalan lainnya.
Semua pertanyaan atas peristiwa itu terjawab dengan sendirinya. Allah lah yang mengatur semua. Tidak ada yang kebetulan, qadarullah, semua dijalin melalui kehendak Tuhan. Di balik rangkaian kejadian yang tampak sederhana, ada campur tangan Ilahi yang bekerja dalam senyap.
Komunikasi Intuitif
Para ulama menjelaskan bahwa segala kejadian yang berlangsung pada diri manusia telah berada dalam ketentuan Allah. Allah berfirman: “Tiada suatu musibah pun yang menimpa di bumi dan pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam Kitab Lauh Mahfuzh sebelum Kami mewujudkannya.” (QS. Al Hadid ayat 22)
Rasulullah SAW juga bersabda: “Segala sesuatu telah ditakdirkan, bahkan kelemahan dan kecerdikan seseorang.” (HR. Muslim)
Imam An Nawawi menegaskan bahwa setiap pertemuan, peristiwa, hingga lintasan hati seorang hamba terjadi dalam kerangka takdir Allah, meskipun manusia tetap diberi ikhtiar. Karena itu dalam setiap kejadian yang tampak kecil maupun besar, seorang Mukmin diajarkan untuk berkata: “Qaddarullah wa ma sya’a fa’al.” Ini telah ditakdirkan Allah, dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi.
Dalam konteks ini, lintasan hati, intuisi yang muncul dalam batin seseorang bukan sekadar perasaan samar. Ia adalah bagian dari komunikasi intrapersonal yang memandu langkah tanpa disadari. Komunikasi intuitif sering dianggap tidak ilmiah, tetapi dalam perspektif komunikasi kontemplatif, intuisi merupakan bentuk pesan batin. Intuisi bekerja sebagai navigasi halus dalam diri seseorang, sebagai bagian dari cara manusia membaca tanda, keadaan, dan kehendak Allah yang mengalir dalam hidupnya.
Dengan demikian, apa yang tampak sebagai kebetulan, sejatinya adalah bagian dari komunikasi batin manusia, sebuah kesadaran halus yang menghubungkan hati dengan peristiwa di sekitarnya, dengan ketentuan Allah yang menuntun langkah-langkah kehidupan.
Itulah rahasia Allah. God works in mysterious way. Allah memberi pertolongan dengan cara yang sering kali tak dipahami oleh hamba-Nya.**



