Opini

Agama Profetik

Oleh Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag (Wadek I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba)

DALAM  samudra wahyu yang melintasi zaman, setiap nabi adalah mata rantai yang mempersatukan umat manusia dalam penghambaan kepada Sang Pencipta. Para nabi bukan sekadar pembawa pesan, melainkan juga teladan yang menautkan hati umat pada keesaan Allah, menyerahkan jiwa dalam keikhlasan mutlak. Al-Qur’an, dengan keagungan bahasanya, menegaskan hakikat ini: bahwa semua nabi adalah Muslim , tunduk dan patuh kepada Allah dalam totalitas tauhid.

Allah berfirman tentang Nabi Ibrahim/ Abraham yang menjadi tonggak kebangkitan risalah tauhid:

“إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ ۖ قَالَ أَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ”
“Ketika Tuhannya berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Tunduk patuhlah!’ Ibrahim menjawab, ‘Aku tunduk patuh kepada Tuhan seluruh alam.'” (QS. Al-Baqarah: 131)

Nabi Ibrahim, dalam dialog yang menggugah kesadaran, menerima panggilan Allah dengan penyerahan penuh. Penyerahan ini menjadi inti ajaran Islam: mengakui keesaan Allah dan menjadikan-Nya tujuan utama kehidupan. Wasiat Ibrahim kepada anak-anaknya adalah wasiat kepada seluruh manusia:

“وَوَصَّىٰ بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ ۖ يَا بَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَىٰ لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ”
“Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya‘qub. (Ibrahim berkata), ‘Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untuk kalian, maka janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.'” (QS. Al-Baqarah: 132)

Nabi Ibrahim adalah figur sentral dalam risalah Islam. Allah memujinya sebagai imam bagi umat manusia dan menjadikannya teladan sempurna dalam penyerahan diri. Kemusliman Nabi Ibrahim pada ayat diatas dilanjutkan oleh risalah Islamnya Nabi Yakub/ Israil.

“وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ”
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim melaksanakannya dengan sempurna. Allah berfirman, ‘Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.’ Ibrahim berkata, ‘Dan juga dari keturunanku?’ Allah berfirman, ‘Janji-Ku (ini) tidak berlaku bagi orang-orang zalim.'” (QS. Al-Baqarah: 124)

Ayat ini menegaskan kedudukan Nabi Ibrahim sebagai teladan dalam menjalankan perintah Allah tanpa ragu, dengan sikap berserah diri yang total kepada Tuhan. Keislamannya menjadi dasar kokoh bagi umat manusia dalam menempuh jalan ketaatan.

Selain itu, Nabi Ibrahim menyeru kaumnya agar menjadi Muslim dengan penuh hikmah dan kelembutan:

“حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ”
“(Ibrahim adalah) seorang yang lurus (hanif) dan Muslim, dan dia tidak termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah.” (QS. An-Nahl: 120)

Sikap hanif—lurus dalam bertauhid—dan identitas sebagai Muslim adalah inti dari risalah Ibrahim. Hanif menjadi landasan ideologis keislaman, menjauhi syirik dan hanya mengabdi kepada Allah.

See also  Keutamaan Kaum Hawa di Mata Islam

Nabi Nuh/ Noah juga menyeru kaumnya kepada Islam, mengukuhkan bahwa agama para nabi tidak terpecah-pecah melainkan satu:

“فَإِنْ تَوَلَّيْتُمْ فَمَا سَأَلْتُكُمْ مِنْ أَجْرٍ ۖ إِنْ أَجْرِيَ إِلَّا عَلَى اللَّهِ ۖ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ”
“Jika kalian berpaling, maka aku tidak meminta imbalan sedikit pun dari kalian. Imbalanku hanyalah dari Allah, dan aku diperintahkan agar termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (Muslim).” (QS. Yunus: 72)

Betapa indahnya untaian doa Nabi Yusuf/ Joseph, yang memohon kepada Allah agar diwafatkan dalam keadaan berserah diri:

“رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الْأَحَادِيثِ ۚ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ”
“Tuhanku! Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan akhirat. Wafatkanlah aku dalam keadaan Muslim (berserah diri) dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (QS. Yusuf: 101)

Nabi Sulaiman/ Salomon , seorang raja sekaligus nabi, juga mengungkapkan keislamannya dalam kekuasaan. Ketika mendengar pernyataan Ratu Balqis yang menerima Islam, Sulaiman menjadikannya simbol keadilan universal:

“قَالَتْ رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي وَأَسْلَمْتُ مَعَ سُلَيْمَانَ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ”
“(Balqis berkata), ‘Ya Tuhanku, sungguh aku telah menzalimi diriku sendiri, dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan seluruh alam.'” (QS. An-Naml: 44)

Ayat ini menunjukkan bahwa Islam adalah prinsip yang diterima oleh mereka yang memiliki kebijaksanaan, bahkan dari luar umat para nabi, ketika risalah itu disampaikan dengan kekuatan hujjah yang terang. Nabi Sulaiman mengajarkan bahwa kekuasaan harus diserahkan sepenuhnya kepada Allah, sebagai wujud Islam yang sejati.

Nabi Musa/Moses, yang diutus untuk membebaskan Bani Israil dari belenggu tirani, menegaskan hal serupa:

“وَقَالَ مُوسَىٰ يَا قَوْمِ إِنْ كُنْتُمْ آمَنْتُمْ بِاللَّهِ فَعَلَيْهِ تَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُسْلِمِينَ”
“Dan Musa berkata, ‘Wahai kaumku! Jika kalian beriman kepada Allah, maka bertawakallah kepada-Nya saja jika kalian benar-benar orang-orang Muslim (berserah diri).'” (QS. Yunus: 84)

Bahkan Nabi Isa/ Yesus ‘alaihis salam, dalam ayat Al-Qur’an, menyeru kaumnya kepada Islam:

“وَإِذْ أَوْحَيْتُ إِلَى الْحَوَارِيِّينَ أَنْ آمِنُوا بِي وَبِرَسُولِي قَالُوا آمَنَّا وَاشْهَدْ بِأَنَّنَا مُسْلِمُونَ”
“Dan (ingatlah) ketika Aku mengilhamkan kepada para pengikut Isa, ‘Berimanlah kamu kepada-Ku dan kepada rasul-Ku.’ Mereka menjawab, ‘Kami telah beriman dan saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Muslim (yang berserah diri).'” (QS. Al-Ma’idah: 111)

Melalui ayat-ayat ini, jelas bahwa Islam adalah jalan universal, menghubungkan nabi-nabi dan umat mereka dalam persatuan tauhid. Setiap nabi memikul amanah untuk menguatkan risalah sebelumnya, membenarkan kitab-kitab yang telah diwahyukan, dan menyeru manusia kepada pengabdian sejati kepada Allah. Islam tidak dimulai dengan Nabi Muhammad ﷺ, tetapi menjadi puncak kesempurnaan wahyu yang dirangkai oleh para nabi sebelumnya.

See also  Bab Syirik

Ayat terakhir yang memperkuat keislaman para nabi adalah perintah kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk mengikuti jejak mereka:

“شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰ أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ”
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh, dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah-belah tentangnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama-Nya orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS. Asy-Syura: 13)

Ayat ini menunjukkan bahwa misi para nabi adalah satu: menegakkan agama Allah dengan tauhid sebagai intinya, mengajak manusia berserah diri sepenuhnya kepada-Nya, dan menjauhi perpecahan.

Ayat berikut menjadi penegasan universal bahwa keislaman adalah identitas tunggal para nabi:

“إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ”
“Sesungguhnya agama yang diridhai di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran: 19)

Semua nabi membawa ajaran tauhid , dan mereka menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah dalam setiap risalah yang mereka emban. Penyerahan diri inilah yang menyatukan seluruh nabi sebagai Muslim , meskipun bentuk syariat yang mereka bawa berbeda-beda sesuai kebutuhan umatnya.

Dalam kitab suci Al-Qur’an, terlihat jelas bagaimana Allah memperkenalkan para nabi sebagai satu kesatuan dalam misi ilahi. Mereka diutus tidak untuk membawa agama yang berbeda, melainkan untuk melanjutkan risalah yang sama: menegakkan tauhid, menyeru manusia kepada Allah, dan menuntun mereka dalam kehidupan yang penuh kebaikan.

Para nabi adalah saudara dalam satu misi ilahi . Dalam sabdanya, Rasulullah ﷺ menegaskan:
“Para nabi adalah saudara seayah; ibu mereka berbeda, tetapi agama mereka satu .”

Mereka semua berasal dari satu sumber wahyu. Perbedaan syariat (bukan aqidah, karena aqidah mereka sama yaitu tauhidullah) hanyalah seperti jalan yang beragam menuju satu tujuan. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ”
“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ‘Sembahlah Allah, dan jauhilah Thagut.'” (QS. An-Nahl: 36)

See also  Eksplorasi Kerjasama Ekonomi Indonesia dan Somalia dalam Industri Tekstil

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap nabi membawa misi tauhid, tanpa pengecualian.

Setiap nabi juga diwajibkan untuk mengingatkan umatnya agar menerima nabi yang datang setelahnya . Ini adalah bentuk kesatuan risalah dan saling menguatkan antar-nabi. Allah menyampaikan hal ini kepada seluruh nabi:

“وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ ۚ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَىٰ ذَٰلِكُمْ إِصْرِي ۖ قَالُوا أَقْرَرْنَا ۚ قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ”
“Dan (ingatlah) ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, ‘ Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.’ Allah berfirman, ‘Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku atas yang demikian itu?’ Mereka menjawab, ‘Kami mengakui .’ Allah berfirman, ‘Kalau begitu saksikanlah, dan Aku menjadi saksi bersama kamu.'” (QS. Ali ‘Imran: 81)

Ini menegaskan perjanjian/komitmen nubuwwah risalah para nabi seluruhnya bahwa setiap nabi berkewajiban menyeru umatnya agar bersedia menerima rasul yang akan datang setelahnya sebagai bentuk pengakuan terhadap satu misi ilahi walaupun dalam rentangan waktu yang berbeda.

“Wahai Allah Yang Maha Esa, Engkau telah mengutus para nabi sebagai pembimbing bagi umat manusia. Dengan cinta, Engkau titipkan kepada mereka misi suci untuk menuntun kami kepada cahaya-Mu. Ya Allah, jadikanlah kami pengikut setia dalam jalan mereka. Kuatkan keimanan kami sebagaimana Engkau kokohkan hati para nabi-Mu. Ya Allah, wafatkan kami dalam keadaan Muslim, dan kumpulkan kami bersama mereka yang Kau ridhai.

Ya Allah, yang telah memilih para nabi-Mu sebagai pelita yang menerangi jalan umat manusia. Limpahkanlah kepada kami kemampuan untuk memahami keagungan risalah mereka, Jadikan hati kami teguh dalam keislaman, sebagaimana teguhnya hati para nabi-Mu dalam menyeru kepada tauhid, Himpunlah kami bersama mereka yang Kau kasihi, yang Kau pilih, dan yang Kau ridai, Ya Allah, wafatkan kami dalam keadaan Muslim, dan masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang shalih.

Wahai Rabb yang Maha Mengasihi, Engkau yang mempersatukan para nabi dalam tauhid dan penyerahan diri. Jadikanlah kami hamba-hamba yang mengikuti jejak mereka, hidup dalam ketaatan dan mati dalam keislaman. Curahkan cahaya-Mu di hati kami, sebagaimana Engkau limpahkan kepada mereka yang Kau pilih sebagai pembawa risalah-Mu. Ya Allah, wafatkanlah kami dalam keadaan Muslim dan kumpulkanlah kami bersama orang-orang yang shalih.” (ADS)

Show More

Related Articles

Back to top button