Opini

Bab Syirik

Oleh Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag

DALAM setiap hela nafas kehidupan, kita sering dikepung oleh berbagai macam godaan, baik yang tampak jelas di hadapan mata maupun yang tersembunyi dalam relung hati. Salah satu godaan terbesar adalah syirik, yakni menyekutukan Allah. Dosa ini tidak hanya dianggap sebagai dosa besar, tetapi juga merupakan dosa yang tidak diampuni oleh Allah, sebagaimana Al-Qur’an dalam berbagai ayat telah menegaskannya.

Syirik, pada hakikatnya adalah pengingkaran terhadap tauhid , yaitu keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak disembah. Syirik memisahkan seseorang dari keesaan-Nya dan membuka jalan bagi perasaan tak puas atas kepemilikan-Nya yang mutlak. Seolah-olah ada kekuatan lain yang setara dengan Allah, padahal tidak ada yang lebih besar, lebih agung, dan lebih sempurna dari-Nya.

Allah, dengan segala keagungan-Nya, menegaskan bahwa syirik adalah kezaliman terbesar yang dapat dilakukan oleh seorang hamba. Sebagaimana disampaikan dalam ayat :

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.'”(QS. Luqman [31]: 13)

Kezaliman yang dimaksud bukan hanya sekadar kesalahan, tetapi lebih jauh lagi, merupakan kerusakan mendalam pada fitrah manusia yang diciptakan untuk menyembah Allah. Syirik merusak hubungan manusia dengan Pencipta-Nya, memutuskan aliran cahaya ilahi yang seharusnya memberi petunjuk dalam setiap langkah hidup.

Seseorang yang terjatuh dalam perbuatan syirik, meski dia melakukan banyak amal kebaikan, tetap saja amal tersebut tidak akan diterima oleh Allah. Betapa tragisnya, amal yang dilakukan dengan penuh semangat justru sia-sia karena salah arah dalam penghambaan. Allah berfirman dalam Surah Al-An’am:

See also  Dahsyatnya Sodaqoh dan Amal Saleh Bagi Manusia

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am [6]: 88)

Amal, apapun bentuknya, dalam pandangan Allah hanya akan diterima jika dilakukan dengan keikhlasan kepada-Nya dan hanya untuk-Nya. Syirik , yang menjadikan sesuatu selain Allah sebagai sasaran penyembahan, merusak keikhlasan itu dan membatalkan kebermaknaan dari setiap amal perbuatan .

Ketika seseorang terjerumus dalam syirik, ia telah mengingkari kekuasaan mutlak Allah yang mencakup segala hal. Manusia, dengan segala keterbatasannya, terkadang merasa ada yang lebih besar dari Allah atau berhak menduduki posisi Tuhan. Namun, dalam Al-Qur’an Allah menegaskan bahwa tidak ada yang setara dengan-Nya:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat.”(QS. Ash-Shura [42]: 11)

Syirik adalah kekeliruan besar yang menganggap ada entitas lain yang memiliki kekuatan atau kuasa setara dengan Allah. Hal ini mengarah pada penyelewengan dalam penghambaan dan pengaturan kehidupan yang benar.

Allah tidak hanya sebagai Sang Pencipta, tetapi juga sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang tidak membutuhkan sekutu atau perantara. Syirik adalah bentuk penghinaan terhadap sifat ketuhanan-Nya . Dengan menjadikan selain Allah sebagai sekutu, manusia sebenarnya mengingkari kebesaran dan kemuliaan-Nya. Allah mengingatkan kita dalam Surah Al-Hajj:

وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ

“Dan mereka tidak menghormati Allah dengan penghormatan yang semestinya. Sesungguhnya Allah Mahakuat, Mahaperkasa.”(QS. Al-Hajj [22]: 74)

Tidak ada yang lebih layak dihormati selain Allah. Syirik adalah bentuk penurunan derajat Allah, meski seharusnya Dia berdiri paling tinggi dalam kehidupan ini.

See also  Di Balik Ungkapan Keluarga 'Sakinah'

Kehidupan kekinian, dengan segala kemajuan teknologi dan informasi, sering kali memperkenalkan kita pada berbagai macam “tuhan” baru, baik dalam bentuk materialisme, kekayaan, atau bahkan idola-idola yang mengalihkan perhatian kita dari yang Maha Esa. Dalam keinginan untuk memenuhi hasrat duniawi, banyak orang terjebak dalam konsep syirik, meskipun tidak disadari. Mereka memberi kekuatan atau kepercayaan lebih kepada uang, jabatan, atau pengaruh pribadi, menganggapnya sebagai penyelamat atau penentu takdir.

Padahal, Allah yang Maha Esa-lah yang berhak untuk kita sembah dan hanya kepada-Nya kita bergantung. Dalam hal ini, syirik menjadi penghinaan terhadap kehadiran-Nya dalam hidup kita, seakan-akan Allah tidak cukup bagi kita untuk berharap.

Allah dalam Al-Qur’an menyatakan dengan tegas bahwa syirik adalah dosa yang tidak akan diampuni. Ini merupakan penegasan yang sangat kuat dalam memeringatkan umat manusia tentang pentingnya menjaga kemurnian tauhid dan tidak menyekutukan Allah dengan apapun atau siapapun.

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَاءُ ۚ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا

“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni orang yang mempersekutukan-Nya (syirik), dan Dia mengampuni segala dosa selain itu, bagi siapa yang Dia kehendaki. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah tersesat sejauh-jauhnya.”(QS. An-Nisa’ [4]: 48)

لَقَدْ كَفَرَ ٱلَّذِينَ قَالُوٓاْ إِنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْمَسِيحُ ٱبْنُ مَرْيَمَ ۖ وَقَالَ ٱلْمَسِيحُ يَـٰبَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ ٱعْبُدُواْ ٱللَّهَ رَبِّى وَرَبَّكُمْ ۖ إِنَّهُۥ مَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ ٱلْجَنَّةَ وَمَأْوَىٰهُ ٱلنَّارُ ۖ وَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ

“Sungguh, telah kafir orang-orang yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah itu adalah al-Masih putra Maryam,’ padahal al-Masih (sendiri) berkata, ‘Wahai Bani Israil! Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu.’ Sesungguhnya barang siapa mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka sungguh, Allah mengharamkan surga baginya, dan tempatnya ialah neraka. Dan tidak ada seorang penolong pun bagi orang-orang zalim itu.”(QS. Al-Ma’idah [5]: 72)

See also  Negeri Ini Semakin Tidak Aman

An-Nisa’ [4]: 48) menunjukkan bahwa meskipun Allah Maha Pengampun, Dia tidak akan mengampuni dosa syirik karena ia adalah bentuk kesesatan yang paling jauh dari jalan-Nya. Orang yang terjebak dalam syirik telah tersesat sejauh-jauhnya dari kebenaran dan tidak dapat kembali ke jalan yang benar, kecuali jika ia bertobat sebelum ajal menjemput .

Sedangkan Al-Ma’idah [5]: 72) menegaskan bahwa bagi orang yang melakukan syirik, pintu surga tertutup dan mereka akan mendapatkan neraka sebagai balasannya. Ini merupakan konsekuensi dari tindakan mempersekutukan Allah yang dianggap sebagai kezaliman paling besar (Al-Luqman [31]: 13) karena merendahkan posisi dan keesaan Tuhan.

Kedua ayat ini saling melengkapi dalam memberikan gambaran yang utuh mengenai dosa syirik. Allah menegaskan bahwa syirik tidak hanya merusak hubungan dengan-Nya, tetapi juga mengakibatkan kehilangan hak untuk mendapatkan rahmat-Nya, yang merupakan dasar dari kehidupan abadi di surga. Ini menjadi pengingat bagi kita untuk selalu menjaga keimanan dan memurnikan ibadah hanya untuk Allah, menghindari segala bentuk penyekutuan yang dapat merusak esensi kehidupan spiritual kita.

Ya Allah, Pemilik Langit dan Bumi, yang Maha Esa dan tidak ada yang setara dengan-Mu, Limpahkanlah kami dengan petunjuk-Mu agar tidak tergelincir dalam godaan syirik, Bimbing kami untuk selalu menyadari bahwa hanya kepada-Mu kami berserah

Ya Allah, ampunilah segala dosa kami, dan jauhkanlah kami dari kesalahan yang merusak esensi iman kami. Sungguh, Engkaulah yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.(ADS)

Show More

Related Articles

Back to top button