Hisab, Perhitungan Tanpa Alpa
Oleh Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag (Wadek 1, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba)

DALAM sunyi yang pekat, di antara bisikan waktu yang tak terhitung, terpatri sebuah janji yang tak pernah pudar: hisab—sebuah perhitungan yang tak mengenal alpa, di mana setiap helai amal dicatat tanpa cela. Setiap napas manusia adalah titipan, dan setiap gerak langkah adalah angka yang akan diperhitungkan.
إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ * ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
“Sesungguhnya kepada Kamilah mereka akan kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kamilah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghāshiyah: 25-26)
Pada hari itu, hari di mana langit terbelah dan bumi menggetarkan isi perutnya, tak ada yang tersembunyi, tak ada yang terlupakan. Lembaran-lembaran terbuka, menghadirkan segala yang pernah terucap, terlintas, bahkan terpendam di lubuk hati terdalam.
فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ
“Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasannya).” (QS. Az-Zalzalah: 7-8)
Bayangkan, sebuah debu yang menari di cahaya mentari sore, yang nyaris tak terlihat oleh mata kasar—begitulah ringan dan halusnya suatu amal yang kadang tak disadari, namun Allah, Dzat Yang Maha Teliti, mencatatnya dengan sempurna. Setiap bisikan doa yang lirih, setiap getar keikhlasan yang tersembunyi, tak akan sia-sia dalam timbangan-Nya.
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا
“Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tidaklah dirugikan seseorang sedikit pun.” (QS. Al-Anbiyā’: 47)
Di hadapan timbangan yang tak pernah condong pada dusta, manusia berdiri dalam ketelanjangan hakikatnya. Harta yang dikumpulkan, jabatan yang diagungkan, semua lenyap—yang tersisa hanyalah amal dan niat.
Lalu datanglah hisāb yasīr, perhitungan yang mudah, bagi mereka yang hatinya dibasuh oleh dzikir, yang tangannya ringan dalam memberi, yang lisannya terjaga dari dusta. Mereka melewati pengadilan Ilahi dengan kasih sayang yang menyelimuti, seperti embun di pagi hari yang menyejukkan jiwa.
Namun, bagi yang lain, hisab menjadi pengadilan yang berat— hisāb ‘asīr . Setiap tawa yang diselubungi kebohongan, setiap langkah yang menjauh dari cahaya kebenaran, diungkap satu per satu. Tiada ruang untuk mengelak, tiada waktu untuk menyesal.
اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَىٰ بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا
“Bacalah kitabmu; cukuplah dirimu sendiri pada hari ini sebagai penghisab terhadapmu.” (QS. Al-Isrā’: 14)

Pada akhirnya, manusia membaca kisah hidupnya sendiri, terukir dengan tinta yang tak bisa dihapus. Buku itu bukan sekadar catatan, melainkan cermin yang memantulkan segala hakikat diri, tanpa rekayasa, tanpa manipulasi.
Bagi mereka yang telah memahat hidup dengan kesalehan, yang menjadikan dunia sebagai ladang amal, terbukalah pintu-pintu rahmat, mengalirkan cahaya yang tak pernah padam. Namun, bagi yang melalaikan, biarlah waktu menjadi saksi bahwa segala perbuatan telah dikalkulasi, dan hisab adalah keadilan yang sempurna, tak pernah meleset dari neraca Ilahi.
Hisaban yang Ringan
Di hadapan takdir yang tak terbantahkan, setiap insan berdiri dalam kesunyian yang penuh harap. Saat lembaran amal terkuak satu demi satu, siapa yang tak menginginkan hisab yang ringan? Hisab bukan sekadar hitungan matematis, melainkan timbangan keadilan Ilahi yang penuh kasih sayang. Setiap detik kehidupan menjadi tinta yang menulis takdir, dan setiap tarikan napas menjadi saksi perjalanan menuju keabadian.
Tauhid adalah akar yang meneguhkan jiwa di tengah badai dunia. Tanpa fondasi ini, amal menjadi rapuh, seakan dedaunan yang diterbangkan angin. Menyembah Allah dengan ikhlas, tanpa sekat riya atau pamrih, adalah kunci utama menuju hisab yang ringan. Ketulusan dalam ibadah menjadi jembatan menuju rahmat-Nya yang luas.
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ
“Padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya dalam (menjalankan) agama…” (QS. البينة: ٥)
Salat bukan hanya ritual, melainkan percakapan sakral antara hamba dan Tuhannya. Ia adalah tiang yang menegakkan hidup, penguat saat hati rapuh, dan penerang jalan menuju hisab yang mudah. Dalam sujudnya, tersimpan harapan, dalam rukuknya terpatri ketundukan. Mereka yang menjaga salatnya, niscaya akan merasakan kesejukan saat amal diperhitungkan.
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ
“Sesungguhnya salat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.” (QS. العنكبوت: ٤٥)
Kejujuran adalah pelita di lorong gelap kehidupan. Ia membebaskan jiwa dari belenggu kepalsuan dan menjadi jembatan menuju keberkahan. Setiap kata yang jujur adalah benih yang akan tumbuh menjadi pohon kebaikan, yang kelak menaungi di saat hisab mengetuk pintu nasib.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS. التوبة: ١١٩)
Setiap insan adalah pendosa, dan istighfar adalah pintu yang selalu terbuka bagi yang ingin kembali. Ia laksana embun yang membasuh dahaga jiwa, menyapu noda dosa yang menghitamkan kalbu. Dengan istighfar, beratnya hisab dapat dipermudah, karena ampunan Allah melampaui kemurkaan-Nya.
وَمَن يَعْمَلْ سُوءًا أَوْ يَظْلِمْ نَفْسَهُ ثُمَّ يَسْتَغْفِرِ اللَّهَ يَجِدِ اللَّهَ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Barang siapa mengerjakan kejahatan atau menzalimi dirinya, kemudian dia memohon ampun kepada Allah, niscaya dia mendapati Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. النساء: ١١٠)
Kebaikan sekecil apa pun, tak pernah sia-sia dalam timbangan Allah. Setiap amal baik adalah benih yang ditanam di ladang keabadian, yang akan bersemi saat seluruh amal ditimbang. Kebaikan yang tersembunyi justru menjadi pelindung yang paling kuat di hadapan hisab yang menanti.
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan buruk.”(QS. هود: ١١٤)
Memaafkan bukan hanya melupakan luka tetapi membebaskan diri dari rantai dendam yang membebani hati. Mereka yang mudah memaafkan akan merasakan keringanan di dunia dan kelapangan di akhirat. Allah meneguhkan hati pemaaf dengan keindahan yang tak tertandingi, menghapuskan beratnya hisab di hari perhitungan.
وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ
“Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin Allah mengampunimu?” (QS. النور: ٢٢)
Di malam-malam yang sunyi, ketika dunia terlelap, doa menjadi bisikan yang menembus langit tertinggi. Ia adalah jemputan rahmat dari Sang Khalik, yang mendengar rintihan setiap hamba. Memohon hisab yang mudah bukan sekadar harapan, tetapi usaha batin yang menguatkan iman.
اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا
“Ya Allah, hisablah aku dengan hisab yang mudah.” (HR. أحمد و الحاكم)
Setiap kata adalah anak panah yang melesat, tak bisa ditarik kembali. Lisan yang terjaga adalah benteng diri dari beban hisab yang berat. Diam di saat perlu, berkata benar di saat harus, menjadi rahasia ringan dalam timbangan amal.
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. ق: ١٨)
Wahai Yang Maha Mengetahui rahasia terdalam hati, jangan biarkan kami terjerat oleh beratnya hisab-Mu. Lapangkan dada kami untuk memaafkan, ringankan lidah kami untuk berdzikir, dan kuatkan iman kami hingga langkah ini sampai pada rahmat-Mu yang tak bertepi. (ADS)***