
SURAH Al Ikhlas turun di Makkah, termasuk golongan Makkiyah, dan dinamai Al-Ikhlas karena memurnikan keyakinan dari segala bentuk syirik, atau karena pembacanya akan memurnikan hatinya dari kemunafikan. Dalam konteks sejarah, surah ini menjawab pertanyaan orang-orang musyrik yang ragu tentang keesaan Allah. Mari kita pelajari secara mendalam untuk memperkuat tauhid kita di tengah tantangan zaman modern.
Asbabun Nuzul (Sebab Turunnya Surah)
Asbabun nuzul Surah Al-Ikhlas terkait dengan konfrontasi antara Rasulullah SAW dan orang-orang musyrik Quraisy. Menurut riwayat dari Ubay bin Ka’ab yang dikutip Ibnu Katsir, orang-orang musyrik mendatangi Nabi dan bertanya, “Ceritakan kepada kami tentang Tuhanmu, apakah Dia dari emas, perak, atau batu permata? Apakah Dia memiliki keturunan?” Sebagai jawaban, Allah SWT menurunkan surah ini untuk menegaskan bahwa Allah bukan seperti makhluk ciptaan-Nya. Riwayat lain dari Abdullah bin Mas’ud dalam Tafsir Al-Qurthubi menyebutkan bahwa surah ini turun ketika orang Yahudi dan Nasrani bertanya tentang nasab Allah, mirip dengan keyakinan mereka tentang Uzair atau Yesus sebagai anak Tuhan. Ada pula pendapat bahwa surah ini Madaniyah, tapi mayoritas ulama seperti Imam Al-Qurthubi menyatakan Makkiyah karena konteks penolakan terhadap politeisme Mekah. Kisah ini mengajarkan kita bahwa tauhid adalah jawaban atas segala keraguan tentang ketuhanan.
Mari kita tilawahkan Surah Al-Ikhlas beserta artinya, sesuai terjemahan standar Kementerian Agama RI:
- قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
(Qul huwa Allahu ahad)
Artinya: “Katakanlah: Dialah Allah, Yang Maha Esa.”
- اللَّهُ الصَّمَدُ
(Allahu as-samad)
Artinya: “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.”
- لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
(Lam yalid wa lam yulad)
Artinya: “Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”
- وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
(Wa lam yakun lahu kufuwan ahad)
Artinya: “Dan tidak ada seorang pun yang setara dengan-Nya.”
Tafsir Ayat per Ayat
Kita bahas tafsirnya secara rinci berdasarkan ulama seperti Ibnu Katsir, Al-Qurthubi, dan Fakhruddin Ar-Razi.
Ayat 1: Qul huwa Allahu ahad
Perintah “qul” (katakanlah) menunjukkan bahwa ini adalah wahyu langsung dari Allah untuk Rasulullah SAW guna menyampaikan kebenaran tauhid. “Huwa Allahu ahad” berarti Allah adalah Yang Maha Esa, di mana “ahad” lebih dari sekadar “wahid” (satu secara numerik); ia menekankan keesaan mutlak yang tidak bisa dibagi atau disekutui. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa ini mencakup tauhid rububiyyah (Allah sebagai Pencipta tunggal) dan uluhiyyah (hanya Dia yang disembah). Al-Qurthubi menambahkan, ayat ini menolak keyakinan musyrik yang menyembah banyak tuhan, seperti Latta dan Uzza. Ar-Razi dalam Tafsir Al-Kabir menguraikan bahwa “ahad” juga berarti Allah tidak memiliki bagian atau komponen, berbeda dari ciptaan yang tersusun. Contoh: Ini seperti menjawab pertanyaan ateis modern tentang “siapa yang menciptakan alam semesta?”
Ayat 2: Allahu as-samad
“As-Samad” adalah Asmaul Husna yang berarti Tuhan yang menjadi tumpuan segala sesuatu, tapi Dia tidak bergantung pada apa pun. Ibnu Abbas menafsirkan sebagai “Penguasa yang Maha Sempurna, tidak berlubang atau kosong seperti makhluk.” Ibnu Katsir menjelaskan, ini berarti segala makhluk bergantung pada-Nya untuk rezeki, perlindungan, dan kehidupan, sementara Allah Maha Kaya (Al-Ghani). Al-Qurthubi menambahkan interpretasi sebagai “Yang tidak makan atau minum,” menolak antropomorfisme. Syaikh Al-Utsaimin menyebut ini ajakan untuk tawakal total kepada Allah.
Ayat 3: Lam yalid wa lam yulad
Ayat ini menegasikan bahwa Allah beranak atau diperanakkan, langsung menolak keyakinan seperti Trinitas (Yesus sebagai anak Allah) atau mitologi Yunani. Ibnu Katsir mengatakan, jika Allah beranak, berarti Dia membutuhkan pasangan, yang bertentangan dengan kesempurnaan-Nya; jika dilahirkan, berarti Dia bukan yang abadi. Al-Qurthubi menambahkan, ini membersihkan konsep ketuhanan dari penyimpangan seperti Uzair bagi Yahudi. Ar-Razi menjelaskan filosofis: Kelahiran menyiratkan perubahan dan ketergantungan, yang tidak mungkin bagi Allah yang Maha Kekal.
Ayat 4: Wa lam yakun lahu kufuwan ahad
Tidak ada yang setara dengan Allah dalam zat, sifat, atau perbuatan. Ibnu Katsir menafsirkan sebagai penolakan tasybih (penyerupaan) dan ta’thil (peniadaan sifat). Al-Qurthubi menambahkan, ini termasuk tauhid asma’ wa sifat, di mana nama-nama Allah seperti Ar-Rahman tidak bisa disamai oleh manusia. Syaikh Ibn Sa’di menyatakan, ayat ini mengajak kita mengagungkan Allah di atas segala ciptaan.
Keutamaan Surah Al-Ikhlas
Surah ini memiliki fadilah luar biasa berdasarkan hadits shahih. Dalam Shahih Bukhari, Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa membaca Qul huwa Allahu ahad (Surah Al-Ikhlas) sekali, seperti membaca sepertiga Al-Quran.” Hadits dari Abu Sa’id al-Khudri menyatakan bahwa membacanya tiga kali setara dengan khatam Al-Quran. Dalam riwayat Imam Ahmad, membacanya saat sakit menjelang wafat akan menyelamatkan mayat dari pembusukan kubur dan memudahkan hisab. Rasulullah sering membacanya dalam shalat witir dan sunnah, menunjukkan kedekatannya dengan tauhid. Keutamaan ini karena surah ini memurnikan hati dari syirik.
Surah Al-Ikhlas bukan sekadar bacaan, tapi panduan hidup. Pertama, memurnikan niat (ikhlas) dalam setiap amal: Bekerja bukan untuk pujian manusia, tapi karena Allah As-Samad, seperti saat berbisnis, ingat rezeki dari-Nya. Kedua, bergantung hanya pada Allah: Saat menghadapi masalah, seperti pandemi atau kesulitan ekonomi, tawakal pada As-Samad daripada bergantung pada manusia yang lemah. Ketiga, menjauhi syirik modern: Jangan percaya ramalan zodiak atau dukun, karena itu menyekutukan Allah yang Ahad. Keempat, mendidik anak: Ajarkan surah ini sejak dini untuk membentuk tauhid kuat, agar mereka tidak terpengaruh materialisme. Contoh nyata: Seorang pengusaha yang ikhlas akan diberkahi rezeki, sementara yang syirik mungkin sukses tapi hati gelisah.
Simpulan
Surah Al-Ikhlas adalah ringkasan tauhid yang mencakup keesaan, ketergantungan, dan kesempurnaan Allah. Amalkanlah dengan membacanya setiap hari, terutama dalam shalat, untuk mendekatkan diri kepada-Nya dan membersihkan hati dari syirik. Semoga pembahasan ini bermanfaat untuk memperkuat iman kita. Jangan lupa like, subscribe, dan share channel ini. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sumber Rujukan Tambahan
– webQH.my.id
– Tafsir Ibnu Katsir (ibnukatsironline.com, almanhaj.or.id).
– Tafsir Al-Qurthubi (archive.org).
– Hadits dari Shahih Bukhari, Muslim, dan riwayat lain (rumaysho.com, ydsh.org).
– Aplikasi tauhid (mediaindonesia.com, muslimpro.com).



