Keuangan Syariah Dorong Ekonomi, Redam Masalah Sosial

SALAMMADANI.COM — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui OJK Institute kembali menegaskan peran penting perbankan syariah dalam mendorong inklusi keuangan nasional. Lewat forum bertajuk “Analisis Hambatan Struktural Perbankan Syariah dalam Meningkatkan Inklusi Keuangan Nasional” yang digelar di Artotel Mangkuluhur, Jakarta, Selasa (10/6), berbagai pihak berkumpul untuk membedah tantangan dan peluang sektor keuangan syariah.
Kegiatan ini menjadi bagian dari riset strategis OJK Institute yang bertujuan menciptakan kebijakan berbasis bukti demi mempercepat pertumbuhan keuangan syariah yang inklusif, responsif terhadap masyarakat, dan selaras dengan perkembangan zaman. Turut hadir regulator, akademisi, pelaku industri, hingga perwakilan asosiasi.
Setiawan Budi Utomo, Direktur Kelompok Spesialis Riset OJK Institute, menekankan bahwa isu inklusi keuangan syariah lebih dari sekadar soal akses. “Kita juga berbicara tentang bagaimana membangun kepercayaan publik, meningkatkan pemahaman (literasi), dan menghadirkan produk yang benar-benar relevan bagi masyarakat,” ujarnya.
Salah satu panelis juga menyoroti masih adanya keraguan masyarakat terhadap implementasi akad-akad syariah dalam layanan keuangan. Ia mempertanyakan: “Apakah produk yang ditawarkan sudah benar-benar sesuai dengan nilai-nilai syariah sekaligus memenuhi kebutuhan riil masyarakat?”
Dalam riset ini, OJK Institute mengadopsi pendekatan ilmiah seperti Analytical Network Process (ANP) serta Structural Equation Modeling (SEM-PLS & SEM-MGA) guna memetakan secara menyeluruh pengaruh regulasi, digitalisasi, literasi, dan struktur pasar terhadap perkembangan perbankan syariah.
Guru Besar Tazkia University sekaligus pendiri Sakinah Finance, Murniati Mukhlisin, menyoroti pentingnya memperjelas pijakan teoretis riset ini. Ia mendorong pemanfaatan pendekatan Institutional Logic untuk menggali bagaimana sistem nilai yang dianut keluarga, pasar, industri, dan pemerintah mendorong masyarakat memilih layanan keuangan syariah. “Tingginya inklusi syariah berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi riil, membuka peluang kerja, menurunkan risiko kredit, dan turut menekan masalah sosial seperti pengangguran, kriminalitas, hingga perceraian,” ujarnya.
Namun, data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan kesenjangan besar antara literasi dan praktik. Meski pemahaman masyarakat terhadap keuangan syariah sudah mencapai 34,58%, hanya 8,7% yang benar-benar menggunakan layanan tersebut. Fakta ini menjadi isyarat perlunya pendekatan baru yang lebih kontekstual dan aplikatif.
Uniknya, kesenjangan antara kota dan desa dalam hal inklusi syariah nyaris tak terlihat. Artinya, hambatan bukan semata soal infrastruktur, melainkan lebih kepada persepsi, kepercayaan, serta kemudahan akses layanan.
Perspektif gender juga turut menjadi perhatian. Salah satu peserta menyoroti hambatan yang kerap dihadapi perempuan dalam mengakses layanan keuangan. “Apakah kita perlu mengembangkan sistem alternatif seperti shadow banking, atau cukup menyesuaikan jam operasional dengan rutinitas ibu rumah tangga? Ini pertanyaan yang perlu dijawab jika kita ingin membangun layanan yang inklusif gender,” katanya.
Sementara itu, Luqyan Tamanni dari BSI Institute menyoroti ketimpangan antara pertumbuhan produk dan aliran dana. Ia menyampaikan bahwa penurunan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar 10–20% dan lonjakan dana di sektor swasta dari 30% ke 60% mengindikasikan persoalan mendalam terkait kepercayaan publik terhadap sistem perbankan syariah.
Segmentasi pengguna layanan keuangan syariah didominasi oleh kelompok usia 18–50 tahun. Tingkat pendidikan dan pendapatan menjadi penentu utama partisipasi dalam sistem keuangan formal. Masyarakat dengan pendapatan per kapita sekitar Rp 2,5 juta lebih cenderung memilih layanan keuangan berbasis syariah.
Tak kalah penting, perwakilan Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) mengusulkan agar dalam survei ke depan, preferensi masyarakat terhadap institusi penyedia juga turut diukur. Sebab, keputusan menggunakan layanan keuangan tak hanya ditentukan oleh jenis produk, tetapi juga oleh tingkat kepercayaan terhadap brand dan reputasi lembaga keuangan.
Melalui forum ini, OJK Institute menegaskan komitmennya untuk memperkuat ekosistem keuangan syariah yang berdaya saing dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Bukan hanya melalui regulasi dan inovasi, tapi juga lewat riset kolaboratif dan pemahaman mendalam atas dinamika sosial yang berkembang.