
Pada akhir 2021, Pemerintah Republik Indonesia mencanangkan tahun 2022 sebagai tahun Toleransi. Pencanangan itu diteruskan oleh lembaga dan kementerian negara, termasuk Kementerian Agama. Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas bahkan menjadikan Tahun Toleransi ini sebagai program prioritas.
Dengan dua wilayah kerja, yakni pelayanan agama dan pendidikan agama, Kementerian Agama sangat strategis dalam pencanangan tahun toleransi. Kedua wilayah kerja tersebut memiliki peluang besar untuk mem-promote toleransi.
Dalam rangka promoting tolerance tersebut, saya ingin merefleksikan apa yang saya dengar (sama’), lihat (abshar), dan rasakan (af’idah). Sebagai Direktur Kurikulum Sarana Kelembagaan dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah yang me-manage 82.418 madrasah (terdiri dari Raudlatul Athfal, Madrasah Ibtidiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah), saya amati, dalam kurun waktu kurang lebih 15 tahun, madrasah mengalami perkembangan yang sangat baik.
Perkembangan yang sangat baik itu, paling tidak, bisa dilihat dari dua hal. Pertama, kualitas pendidikan dan animo masyarakat. Peningkatan kualitas madrasah terbukti dengan meningkatnya animo masyarakat. Masyarakat berbondong-bondong menyekolahkan anak-anaknya di madrasah. Di kota-kota besar di Indonesia, muslim kelas menengah mengirimkan anak-anaknya ke madrasah-madrasah (baik yang negeri maupun swasta). Mereka ingin, akhlak dan moral anak-anaknya terjaga. Dan madrasah menawarkan itu, selain sisi akademiknya. Perhatikanlah MAN 4 Jakarta, MAN 2 Malang, MAN Insan Cendekia yang tersebar di seluruh Indonesia, MAN 2 Mataram, MAN 2 Kudus, MTsN 2 Kediri, MTsN 1 Tangerang Selatan, Madrasah Pembangunan Ciputat, Madrasah Amanatul Ummah Pacet Jawa Timur, Madrasah Technonatura Depok dan madrasah-madrasah swasta lainnya yang memiliki program unggulan seperti tahfid al-Qur’an, bahasa, riset dan teknologi, dapat dipastikan akan menjadi incaran orangtua.