Opini

Membincangkan Ideologi

Wasathiyah Islam Memberikan Kita Panduan Hidup

 

Oleh Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag (Wadek I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba)

MANUSIA telah lama bergumul dengan pertanyaan mendasar tentang hakikat hidup, tujuan keberadaan, dan struktur ideal untuk mengatur masyarakat. Dari perjalanan panjang ini, lahirlah berbagai ideologi yang mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, sering kali menawarkan diri sebagai pengganti agama, termasuk Islam. Namun, dapatkah ideologi-ideologi ini benar-benar menggantikan Islam yang sempurna dan menyeluruh?

Allah ﷻ berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
(QS. Ar-Rum: 30)

Ayat ini menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan fitrah yang selaras dengan ajaran tauhid. Ketika fitrah ini terabaikan, manusia menciptakan sistem-sistem pemikiran yang sejatinya bersifat sementara, terbatas, dan tidak mampu menyentuh dimensi spiritualitas terdalam manusia. Berikut adalah ideologi-ideologi yang pernah dan sedang berlangsung di tengah kehidupan manusia.

Sekularisme muncul sebagai respons terhadap dominasi gereja dalam sejarah Eropa abad pertengahan, yang sering kali digunakan untuk mendukung kekuasaan otoriter. Sekularisme menuntut pemisahan antara agama dan kehidupan publik, dengan asumsi bahwa moralitas dapat dibangun tanpa referensi kepada Tuhan.

Namun, dalam perspektif Islam, sekularisme memisahkan manusia dari sumber utama moralitas dan nilai-nilai universal, yaitu wahyu Allah. Firman-Nya:

وَمَن لَّمۡ يَحۡكُمۡ بِمَآ أَنزَلَ ٱللَّهُ فَأُوْلَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡكَـٰفِرُونَ
“Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (QS. Al-Maidah: 44)

Sekularisme berujung pada hilangnya ikatan spiritual dalam pengambilan keputusan publik, sehingga manusia rentan terhadap penyelewengan moral dan dominasi materialisme.

Liberalisme mengusung kebebasan individu sebagai nilai tertinggi. Ia lahir dari revolusi intelektual Barat yang melawan feodalisme dan absolutisme. Dalam liberalisme, setiap individu dianggap bebas menentukan pilihan hidupnya tanpa batasan dari agama atau tradisi.

See also  Negeri Ini Semakin Tidak Aman

Namun, kebebasan absolut ini sering kali melampaui batas sehingga mengabaikan tanggung jawab sosial dan spiritual. Islam mengakui kebebasan individu tetapi menegaskan bahwa kebebasan itu harus berada dalam kerangka penghambaan kepada Allah. Firman Allah:

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
(QS. Adh-Dhariyat: 56)

Komunisme lahir dari kritik terhadap eksploitasi kapitalisme, yang menawarkan kesetaraan ekonomi dengan menghapus kepemilikan pribadi. Namun, komunisme juga menolak keberadaan Tuhan dan memandang agama sebagai “candu masyarakat.”

Dalam perspektif Islam, komunisme keliru memahami hakikat kehidupan manusia yang tidak semata-mata bersifat material. Islam mengakui kepemilikan pribadi tetapi menekankan tanggung jawab sosial melalui zakat, infak, dan sedekah. Firman Allah:

خُذۡ مِنۡ أَمۡوَٲلِهِمۡ صَدَقَةً۬ تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيهِم بِهَا
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.”
(QS. At-Taubah: 103)

Ateisme adalah penolakan terhadap eksistensi Tuhan, sering kali didasarkan pada klaim bahwa segala sesuatu dapat dijelaskan melalui ilmu pengetahuan. Ateisme mengabaikan dimensi spiritual manusia, yang justru merupakan kebutuhan mendasarnya.

Islam menegaskan bahwa tanda-tanda keberadaan Allah ada di segenap penjuru alam. Firman Allah:

سَنُرِيهِمۡ ءَايَـٰتِنَا فِى ٱلۡأٓفَاقِ وَفِىٓ أَنفُسِهِمۡ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَهُمۡ أَنَّهُ ٱلۡحَقُّ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar.”
(QS. Fussilat: 53)

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kepemilikan pribadi dan persaingan bebas. Ia sering kali menempatkan keuntungan material di atas segala-galanya, sehingga menciptakan ketimpangan sosial yang akut.

Islam mengkritik kapitalisme karena mengabaikan keadilan dan keberkahan dalam distribusi kekayaan. Allah ﷻ berfirman:

كَيۡ لَا يَكُونَ دُولَةً۬ بَيۡنَ ٱلۡأَغۡنِيَآءِ مِنكُمۡ
“Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS. Al-Hashr: 7)

Wasathiyah Islam, yang sering diterjemahkan sebagai “moderatitas” atau “jalan tengah,” adalah inti ajaran yang mengarahkan umat kepada keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan. Dalam kehidupan modern yang serba cepat dan penuh tantangan, serta dalam menghadapi masa depan yang tak terbayangkan, wasathiyah menawarkan sebuah jalan yang tidak terperosok pada ekstrem kanan atau kiri, tetapi berada di tengah, dengan keseimbangan antara dunia dan akhirat, material dan spiritual, individu dan masyarakat. Islam sebagai agama yang lengkap dan sempurna, mengajarkan umatnya untuk bersikap bijaksana, memadukan ilmu dan iman, serta menjalani kehidupan dengan penuh keharmonisan.

See also  Mengungkap Rahasia Al-Qur'an Bagi Kemaslahatan Manusia (2)

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلۡنَـٰكُمۡ أُمَّةً۬ وَسَطً۬ا لِّتَكُونُوا۟ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ وَيَكُونَ ٱلۡرَسُولُ عَلَيْكُمۡ شَهِيدًۭا
“Dan demikianlah Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan, agar kamu menjadi saksi atas umat manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas kamu.”
(QS. Al-Baqarah: 143)

Wasathiyah dalam Islam bukan sekadar menghindari ekstremisme atau fanatisme, tetapi lebih dari itu, ia menuntun umat untuk hidup dengan nilai-nilai yang membawa kemaslahatan, kesejahteraan, dan kebahagiaan bagi seluruh umat manusia. Sebagai umat yang dipilih, kita diharapkan untuk menampilkan karakter yang moderat dalam menghadapi kehidupan yang semakin kompleks, penuh dengan informasi dan godaan yang tak terhitung.

Dalam kehidupan modern yang serba materialistik ini, wasathiyah Islam memaksa kita untuk tidak terjebak dalam perangkap keserakahan yang hanya berfokus pada pemenuhan nafsu duniawi semata. Kita diajak untuk memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani, antara ambisi pribadi dan tanggung jawab sosial. Islam mengajarkan bahwa kekayaan bukanlah tujuan utama hidup, melainkan alat untuk mencapai kebaikan yang lebih besar.

Allah berfirman dalam Al-Qur’an:

وَلَا تَنسَوْا۟ فَضْلَ بَيْنَكُمْ
“Dan janganlah kamu lupa akan kebaikan Allah di antara kamu.” (QS. Al-Baqarah: 237)

Dalam kehidupan sosial dan politik, wasathiyah Islam mengajarkan umat untuk tidak terjebak dalam ideologi-ideologi yang mendominasi dunia modern, yang seringkali memecah belah masyarakat dengan klaim-klaim absolut mereka.

Wasathiyah dalam Islam juga mengajarkan kita untuk memiliki sikap toleransi dan menghargai keberagaman. Dalam dunia yang semakin global ini, dengan keragaman budaya, agama, dan nilai-nilai, wasathiyah membawa umat Islam untuk tidak terjebak pada kecenderungan untuk mengisolasi diri, tetapi untuk menjadi agen perdamaian dan kemaslahatan, yang memancarkan kebaikan bagi seluruh umat manusia, tanpa memandang perbedaan.

See also  Di Balik Ungkapan Keluarga 'Sakinah'

Allah berfirman:
لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا
“Untuk setiap umat, Kami jadikan syariat dan jalan yang terang.” (QS. Al-Ma’idah: 48)

Dalam menghadapi dunia yang penuh dengan tantangan di masa depan, wasathiyah Islam menjadi sangat relevan. Kehidupan yang dipenuhi oleh kemajuan teknologi, perubahan iklim, dan ketidakpastian ekonomi memerlukan umat yang dapat menjaga keseimbangan dalam menggunakan segala sumber daya, serta menjaga kelestarian alam dan kebajikan manusia. Islam dengan wasathiyahnya mengajarkan kita untuk tidak berlebihan dalam menggunakan kekayaan alam, tetapi juga untuk menghormati dan menjaga keberlanjutannya bagi generasi yang akan datang.

Allah berfirman:
وَلَا تُسْرِفُوا۟ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ”
“Dan janganlah kamu berlebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf: 31)

Wasathiyah Islam memberikan kita panduan hidup yang tidak hanya relevan untuk zaman sekarang, tetapi juga futuristik, mampu menjawab tantangan masa depan dengan membawa nilai-nilai kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Islam mengajak kita untuk hidup dengan hati yang lapang, pemikiran yang tajam, dan jiwa yang seimbang, dalam menjalani kehidupan yang penuh dinamika ini.

Ya Allah, Yang Maha Mengetahui, tuntunlah kami dalam perjalanan hidup ini agar kami tetap berada di jalan yang lurus, di jalan wasathiyah yang penuh keseimbangan. Jadikan kami umat yang adil, yang mampu menjadi saksi bagi kebenaran dan kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Limpahkanlah rahmat dan hidayah-Mu untuk kami, agar kami mampu menghadapi tantangan zaman dengan penuh hikmah dan kebijaksanaan. Ya Allah, lindungilah kami dari kecenderungan ekstrim yang menyesatkan dan bimbinglah kami untuk selalu berada di tengah, di jalan-Mu yang lurus.

Ya Allah, Sang Maha Bijaksana, yang telah mengutus agama yang sempurna sebagai rahmat bagi seluruh alam. Tunjukkanlah kami jalan-Mu yang lurus dan peliharalah hati kami dari tipu daya ideologi-ideologi yang menyesatkan. Jadikan Islam cahaya bagi hidup kami dan kehidupan seluruh umat manusia. Kabulkanlah doa kami, wahai Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.(ADS)

Show More

Related Articles

Back to top button