Pesantren

Menakar “New Normal” Pesantren

Desakan agar pondok pesantren memulai kembali proses belajar mengajar di bulan Syawal demikian menggelora seiring dengan rencana pemerintah memberlakukan kebijakan new normal. Bahkan, sejumlah pondok pesantren di Jawa Timur mengaku telah menyiapkan diri dan tengah menggodok protokol kesehatan untuk kepentingan membuka kembali kegiatan belajar mengajarnya. Hal ini dikarenakan tingginya desakan dari para wali murid santri kepada para kiai pengasuh pesantren dengan alasan mereka lebih tenang fokus bekerja dan menyerahkan bimbingan anaknya ke pesantren yang diyakini lebih aman, steril, dan terjaga dari pengaruh negatif di luar.

Desakan lainnya juga bersumber dari masyarakat sekitar pesantren yang menggantungkan ekonomi mereka dari geliat kegiatan pesantren, seperti penjualan makanan dan minuman, peralatan ibadah, baju, sarung, jilbab, kopiah hingga kitab kuning dan peralatan belajar santri lainnya. Terlebih, pembukaan mengaji di bulan Syawal merupakan tradisi panjang di pesantren sejak puluhan tahun lampau.

Alasan lain munculnya desakan membuka kegiatan belajar mengajar dikarenakan proses pengajaran di pesantren sangat sulit dilakukan secara terus menerus virtual (online) karena banyak kurikulum, metode, dan tradisi pendidikan pesantren yang memerlukan interaksi langsung selama 24 jam antara kiai dengan santri terutama bimbingan ibadah, keteladanan, dan uswah hasanah lainnya.

Terlebih, ada kesulitan menerapkan pembelajaran dan ngaji secara daring karena tidak semua santri memiliki handphone dan bisa mengakses internet serta mahalnya paket data di kalangan santri. Meski terdapat sejumlah pondok pesantren yang berani mempersiapkan diri menghadapi new normal, tetapi sebagian besar pesantren tidak mau mengambil risiko untuk melakukan hal tersebut karena tidak mau dianggap sebagai kluster baru penyebaran Covid-19.

See also  Tim Riset Fikom Unisba Gelar FGD Tentang Green Pesantren dengan ‘Aisyiyah Boarding School Bandung

Selain itu, payung hukum dan kebijakan dari pemerintah terkait pembukaan kembali kegiatan belajar mengajar di lembaga pendidikan, termasuk pesantren di dalamnya juga belum ada. Faktanya, sampai detik ini pemerintah belum memiliki perhatian dan kebijakan khusus untuk menangani Covid-19 di pesantren. Dorongan pemerintah agar terlaksana new normal dalam kehidupan pesantren sangatlah mengkhawatirkan, alih-alih untuk menyelamatkan dari Covid-19, pesantren yang berbasis komunitas dan cenderung komunal justru dapat menjadi kluster baru pandemi Covid-19.

Karena itu, pelaksanaan new normal di pesantren tidak dapat dilakukan jika pemerintah tidak siap. Terlepas dari polemik perlu tidaknya pesantren membuka kegiatan belajar mengajar di era new normal, pemerintah, kalangan pesantren, dan semua stakeholder yang terkait harus segera duduk bareng memusyawarahkan persoalan ini. Fardlu ‘ain bagi mereka untuk mempunyai solusi yang tepat, cepat, dan efektif menangani masalah ini.

Pemerintah pusat hingga daerah jangan menutup mata tentang dampak Covid-19 bagi pesantren, mengesampingkan urusan pesantren, juga sangat merugikan negara, karena ini berkaitan dengan nasib 28.000 ribu lebih pesantren dengan 18 juta santri dan 1,5 juta tenaga pengajar di pesantren. Jika tidak, pesantren akan bergerak sendiri-sendiri mengambil langkah tanpa ada panduan dan perlindungan yang cukup baik secara kebijakan, intervensi anggaran, kelayakan sarana dan prasarana serta protokol kesehatan.

See also  Menag Harap Pesantren Bisa Jawab Tantangan Modernitas Global

Sinergi yang Kuat

Sejatinya, pelaksanaan new normal di pesantren bukanlah hal yang terlalu mengkhawatirkan dan sulit dilakukan jika pemerintah dan pesantren memiliki sinergi yang kuat. Sebab, menggantungkan sepenuhnya kepada pemerintah terkait pelaksanaan new normal di pesantren sangatlah tidak mungkin. Begitu pula menyerahkan kepada pesantren an sich untuk mempersiapkan dirinya menghadapi new normal juga sangat berisiko. Kerja sama substantif antarkeduanya ditopang oleh kesadaran dan kegotong-royongan wali santri, masyarakat sekitar, dan sejumlah organisasi sosial keagamaan-kemasyarakatan maupun partai politik niscaya sangat diperlukan.

Salah satu kunci utama pelaksanaan new normal di pesantren sangat tergantung kepada kesiapan dan konsistensi pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan komprehensif kepada pesantren meliputi sejumlah hal. Pertama, kesediaan payung hukum disertai alokasi anggaran yang cukup untuk pesantren.
Bentuk kebijakan dan intervensi pemerintah setidaknya mencakup keluarnya regulasi (aturan dan kebijakan) new normal bagi pesantren mulai dari skenario dan penanganan pengembalian santri ke pesantren, panduan metode dan proses belajar mengajar new normal di pesantren, bantuan sarana prasarana pendukung pembelajaran jarak jauh, memberikan bantuan bagi pendidik dan tenaga kependidikan, hingga bantuan sarana prasarana pesantren menghadapi new normal.

Kedua, alokasi anggaran khusus untuk pesantren. Pemerintah mengalokasikan anggaran untuk pesantren baik berupa bantuan sarana-prasarana kesehatan seperti pendirian pusat kesehatan pesantren (klinik), ruang isolasi, tenaga medis, obat-obatan maupun vitamin. Namun yang mendesak dalam waktu singkat setidaknya alokasi anggaran untuk melakukan rapid test, pengadaan hand sanitizer dan masker kain kesehatan.

See also  Pengakuan Wali Murid yang Mengamuk di Pesantren hingga Videonya Viral

Ketiga, pemerintah melakukan pendampingan penerapan new normal di pesantren sekaligus menerjunkan tenaga untuk edukasi kesehatan dan pola hidup di pesantren. Pertanyaannya, apakah pemerintah dapat memenuhi semua prasyarat itu? Tentu saja ini berpulang pada good will pemerintah.

Sementara itu, dari sisi pesantren, prasyarat yang harus dipenuhi oleh para pengasuh pesantren adalah kewajiban bagi pesantren memiliki dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat di era new normal. Pesantren harus mendisiplinkan santri, tenaga pengajar bahkan para pengasuh untuk memakai masker, menerapkan physical distancing, mentradisikan cuci tangan dengan sabun, menghindari dulu bersalaman cium tangan, penyemprotan disinfektan secara berkala, santri tidak diperbolehkan keluar pesantren kecuali urusan darurat, hingga penerapan kegiatan belajar mengajar yang menjaga jarak.

Gerak dan ritus ibadah di pesantren juga harus disesuaikan dengan protokol kesehatan, kegiatan peribadatan atau pengajian yang bersifat kerumunan juga harus dibatasi dan diatur sedemikian rupa. Lebih dari itu, pesantren juga harus memiliki konsep ketahanan ekonomi pesantren yang higienis dan mudah terjangkau pemenuhannya oleh santri.

Sejumlah prasyarat di atas jika mampu dipenuhi oleh pemerintah dan pesantren dengan kolaborasi dan sinergi yang aplikatif di lapangan antar keduanya bukan tidak mungkin pelaksanaan new normal di pesantren dapat diterapkan. Apabila semua (sebagian besar) prasyarat di atas tidak bisa dipenuhi oleh pemerintah dan pesantren, maka sebaiknya pesantren memperpanjang masa belajar di rumah.

M. Hasanuddin Wahid Sekretaris Jenderal DPP Partai Kebangkitan Bangsa

Show More

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button