
SEMUA agama benar, benarkah? Ungkapan ini adalah sudut pandang pluralisme teologis yang seolah menawarkan harmoni, namun apakah setiap penganut agama yang taat dan setiap jiwa beriman, dalam kesalehannya, dapat menerima klaim ini? Atau justru ia berseberangan dengan inti keberagamaan itu sendiri?
Dalam Islam, kebenaran adalah hakikat yang tunggal, sebagaimana firman Allah:
> ذَٰلِكَ بِأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْحَقُّ وَأَنَّ مَا يَدْعُونَ مِن دُونِهِ ٱلْبَٰطِلُ وَأَنَّ ٱللَّهَ هُوَ ٱلْعَلِىُّ ٱلْكَبِيرُ
> Yang demikian itu karena Allah, Dialah (Tuhan) yang benar, dan apa saja yang mereka seru selain Dia adalah batil; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Mahatinggi, Mahabesar.” (QS Al-Hajj [22]: 62)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah adalah kebenaran mutlak, sementara selain-Nya adalah kebatilan. Dalam konteks ini, menerima semua agama sebagai benar berarti menyamakan kebenaran ilahi dengan apa yang tidak berasal dari-Nya, suatu tindakan yang bertentangan dengan fitrah iman.
Keberagamaan bukanlah sekadar klaim atas kebenaran teologis. Ia adalah perjalanan hati, amal, dan pengabdian. Dalam Al-Qur’an, terdapat seruan untuk berdialog dengan cara yang baik:
> وَلَا تُجَٰدِلُوٓا۟ أَهْلَ ٱلْكِتَٰبِ إِلَّا بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ إِلَّا ٱلَّذِينَ ظَلَمُوا۟ مِنْهُمْ وَقُولُوٓا۟ ءَامَنَّا بِٱلَّذِىٓ أُنزِلَ إِلَيْنَا وَأُنزِلَ إِلَيْكُمْ وَإِلَٰهُنَا وَإِلَٰهُكُمْ وَٰحِدٌۭ وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang yang zalim di antara mereka, dan katakanlah, ‘Kami beriman kepada (kitab) yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu, dan hanya kepada-Nyalah kami berserah diri.'” (QS Al-Ankabut [29]: 46)
Ayat ini menunjukkan pentingnya pendekatan yang penuh hikmah dan penghormatan, tanpa mengorbankan prinsip iman.
Pernyataan semua agama benar ini juga bertentangan dengan prinsip dinullah, dinilhaq, dinulhalish . Agama yang sumbernya adalah Allah Maha Pencipta. Islam adalah jalan hidup yang menyeluruh, yang mencakup aqidah, ibadah, akhlak, dan muamalah, sebagaimana diajarkan oleh para nabi sejak Adam hingga Muhammad SAW . Menganggap semua agama setara berarti menyamakan ajaran tauhid yang sempurna ini dengan keyakinan yang telah menyimpang dari wahyu asli.
Di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman dengan penuh kejelasan:
إِنَّ ٱلدِّينَ عِندَ ٱللَّهِ ٱلْإِسْلَٰمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.”
(QS Ali Imran [3]: 19)
Ini adalah fondasi yang tak tergoyahkan bagi umat Islam, bahwa hanya Islamlah yang diterima di sisi-Nya sebagai jalan yang sah menuju keselamatan. Namun, meskipun demikian, Allah tidak mengharuskan umat manusia untuk berperang atau memaksa keyakinan mereka terhadap agama lain. Malah, dalam kebijaksanaan-Nya, Dia menegaskan dalam firman-Nya:
لَا إِكْرَٰهَ فِى ٱلدِّينِ
“Tidak ada paksaan dalam agama.” (QS Al-Baqarah [2]: 256)
Pernyataan ini adalah seruan yang menggetarkan hati, bahwa meskipun Islam meyakini kebenarannya, Allah tidak menghendaki kekerasan dalam penyebaran agama-Nya. Agama adalah pilihan yang hakiki, dan keyakinan datang dari hati yang bebas dan ikhlas. Maka, di tengah ajaran yang eksklusif ini, terbentanglah jalan untuk berinteraksi dalam kedamaian dengan mereka yang berbeda keyakinan.
Islam juga mengajarkan toleransi tanpa relativisme. Dalam QS Al-Kafirun [109]: 6, Allah berfirman:
> لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِىَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”
Ayat ini bukan hanya pernyataan sikap, tetapi juga penegasan bahwa toleransi tidak berarti mengaburkan prinsip iman. Dalam keberagamaan, toleransi dan penghormatan harus berdiri sejajar dengan komitmen terhadap kebenaran.
Di balik tegasnya ekslusivisme teologis, Islam dengan bijaksana mengajarkan untuk hidup berdampingan dalam kedamaian, di bawah naungan prinsip-prinsip saling menghormati dan keadilan—tanpa perlu mengorbankan keyakinan pada kebenaran mutlak yang Allah turunkan.
Dan lebih dalam lagi, Al-Qur’an mengingatkan umat-Nya untuk tetap berbuat baik kepada mereka yang tidak menentang Islam dan tidak mengusir umat-Nya dari tanah mereka. Allah berfirman:
لَا يَنْهَٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمْ يُقَٰتِلُوكُمْ فِى ٱلدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَٰرِكُمْ أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا۟ إِلَيْهِمْ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangi kamu dalam agama dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.” (QS Al-Mumtahanah [60]: 8)
Ayat ini dengan lembut namun tegas mengajarkan umat Islam untuk mengulurkan tangan persaudaraan kepada mereka yang mungkin berbeda keyakinan, selama mereka tidak menjadi ancaman. Ini adalah ajaran yang membangun kesejukan hati, bahwa perbedaan agama tidak harus menjadi jurang pemisah, melainkan jembatan yang menyatukan umat manusia dalam kedamaian dan keadilan.
Islam mengajarkan bahwa hidup berdampingan dalam perbedaan adalah mungkin, bahkan di dalam keyakinan yang teguh terhadap kebenaran yang diajarkan-Nya. Islam telah menyediakan landasan yang kokoh untuk menjalin hubungan yang damai tanpa harus mereduksi kebenaran teologis.
Allah menghendaki umat-Nya untuk menjaga kedamaian, dengan tetap menjaga teguh iman yang ada, tanpa mencabut kebenaran yang menjadi pedoman hidup. Dalam semangat ini, Islam mendorong umat-Nya untuk menghargai dan menghormati keberagaman, tanpa harus menyerahkan prinsip-prinsip dasar yang menjadi jalan menuju keselamatan.
Ya Allah, Tuhan yang Maha Bijaksana, tuntunlah kami di jalan yang penuh kedamaian, meski perbedaan menantang di setiap langkah. Bimbinglah hati kami untuk senantiasa menjaga kebenaran yang Engkau wahyukan, tanpa mencabut kasih sayang kepada sesama, meskipun mereka berbeda. Jadikanlah kami hamba-hamba yang bijaksana dalam bertindak, adil dalam berbuat, dan penuh cinta dalam berinteraksi. Semoga Engkau menjaga kedamaian dalam hati kami dan di antara kami.
Wahai Tuhan yang Maha Benar, tunjukkanlah kepada kami kebenaran sebagai kebenaran, dan anugerahkanlah kekuatan kepada kami untuk mengikutinya. Tunjukkanlah pula kebatilan sebagai kebatilan, dan jauhkanlah kami darinya.
Wahai Yang Maha Bijaksana, jadikanlah kami hamba-hamba-Mu yang penuh kasih sayang, mampu menghormati perbedaan tanpa kehilangan keyakinan. Limpahkanlah hidayah kepada semua umat manusia agar berjalan di atas jalan-Mu yang lurus.(ADS)



