Berita

Riset Kognitif Gamers Antar Dosen Psikologi Unisba Raih Gelar Doktor dari UI

SALAMMADANI.COM – Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung (Unisba), Fanni Putri Diantina, resmi menyandang gelar Doktor Psikologi usai menjalani sidang terbuka promosi doktor di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) pada Jumat (5/12).

Dalam disertasinya yang berjudul “Non-Problematic & Problematic Gamers: Komponen Kognitif dalam Pengambilan Keputusan Bermain Game Online (Studi Berdasarkan Model Multidimensional I-PACE)”, Dr. Fanni mendalami perbedaan fungsi kognitif antara pemain game yang memiliki kecenderungan bermasalah dan mereka yang bermain secara sehat. Fokus kajian ini mengarah pada dasar-dasar kognitif yang memengaruhi perilaku bermain game—isu yang semakin penting seiring pesatnya perkembangan budaya digital.

Penelitian dilakukan melalui tiga rangkaian studi dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pada fase awal, Fanni menelusuri bias kognisi, kemampuan mengendalikan impuls, craving dan urge, strategi coping, serta proses pengambilan keputusan. Dua studi lanjutan kemudian memperkuat temuan awal melalui triangulasi data menggunakan instrumen self-report, wawancara klinis terstruktur, serta rangkaian tugas kognitif seperti modified Stroop dan Go/No-Go, guna melihat pengaruh tingkat intensitas bermain game terhadap bias kognitif dan kontrol inhibisi.

See also  Politeknik Haji Anwar Sanusi Bangun Semangat Menulis Mahasiswa Lewat Studium Generale “Bikin Karya Tulis Bukan Sekadar Formalitas!”

Hasil penelitian menunjukkan adanya persamaan sekaligus perbedaan cara kedua kelompok memaknai game online. Meski problematic gamers menunjukkan kecenderungan bias kognitif lebih tinggi, perbedaannya tidak terlalu menonjol dibandingkan nonproblematic gamers. Kedua kelompok sama-sama mampu menahan respons impulsif, namun nonproblematic gamers masih unggul dalam kontrol inhibisi. Tidak ada perbedaan signifikan dalam akurasi tugas kognitif, dan unsur gamifikasi dalam tugas bahkan membuat performa sebagian peserta meningkat.

Temuan tambahan di luar kerangka I-PACE mengungkap bahwa hiperrealitas, kesadaran diri, determinasi diri, serta desain tugas kognitif yang menyerupai mekanisme permainan turut memengaruhi performa peserta. Hal ini sekaligus menantang asumsi lama bahwa gamer cenderung memiliki kontrol inhibisi yang rendah.

See also  Saung Angklung Mang Udjo Jadi Penutup MTQ Internasional ke-4

Menurut Fanni, penelitiannya bukan hanya sumbangan ilmiah, tetapi juga cerminan dinamika psikologis generasi digital.

“Saya menemukan bahwa gamers tidak selalu lemah dalam kontrol diri seperti yang sering dibayangkan. Ketika diberi tugas yang mirip dengan pengalaman bermain game, performanya justru meningkat. Ini membuka cara pandang baru tentang bagaimana lingkungan digital membentuk pola pikir dan pengambilan keputusan,” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya pendekatan yang lebih objektif dalam memahami perilaku bermain game. “Bukan hanya soal pembatasan, tetapi bagaimana membangun literasi digital, kesadaran diri, dan kemampuan regulasi diri agar bermain game tetap sehat dan bermakna,” tambahnya.

See also  Jika Terjadi Ancaman Keamanan Global

Selain itu, Fanni memberikan rekomendasi praktis berupa penguatan psikoedukasi terkait self-awareness, regulasi emosi, kontrol diri, penetapan tujuan, dan perilaku digital sehat. Ia juga mendorong penelitian lanjutan yang melibatkan kelompok nongamers, penggunaan stimulus visual berbasis game, serta eksplorasi model moderasi untuk memahami mengapa problematic gamers tetap bermain walau menyadari dampak buruknya. (askur/png)

Show More

Related Articles

Back to top button