Feature

Supriyono: Sang Guru Peraih Anugerah ASN 2023, Pelopor Pendidikan Inklusif di Madrasah

Madrasah Inklusif yang Ramah bagi Semua Siswa

DI Indonesia, perjuangan untuk menciptakan pendidikan inklusif masih menghadapi jalan panjang. Dengan jumlah penyandang disabilitas mencapai 43 juta jiwa pada tahun 2022, menciptakan akses pendidikan yang adil dan setara adalah tantangan besar. Pemerintah telah menetapkan langkah-langkah konkret, seperti UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, PP Nomor 13 Tahun 2020, dan Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2024 yang mewajibkan lembaga pendidikan di bawah Kementerian Agama memberikan akomodasi layak bagi peserta didik disabilitas.

Namun, perjalanan menuju penerapan pendidikan inklusif tidaklah mudah, terutama di madrasah yang berada di bawah naungan Kementerian Agama. Dari lebih dari 10 juta siswa madrasah pada tahun 2022, sekitar 48 ribu di antaranya adalah peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK). Di tengah tantangan ini, muncul sosok Supriyono, seorang pendidik visioner yang telah membawa perubahan besar dalam pendidikan inklusif di madrasah-madrasah Indonesia.

Membangun Pendidikan Inklusif di MI Keji

Supriyono memulai perjalanannya sebagai guru di MI Keji, Ungaran Barat, Semarang pada 2005. Ketika diangkat menjadi Kepala Madrasah pada 2011, ia mengusung visi besar untuk menjadikan MI Keji sebagai madrasah inklusif yang ramah bagi semua siswa, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus. Dengan keterbatasan fasilitas, Supriyono menunjukkan tekad luar biasa untuk memberikan pendidikan tanpa diskriminasi.

See also  Mengenal Mythomania, Ketika Berbohong Menjadi Kebiasaan

Titik balik terjadi pada tahun 2015, saat MI Keji menerima bantuan berupa pembangunan Ruang Sumber lengkap dengan fasilitas pendukung. Tak hanya itu, Supriyono aktif menjalin kerja sama dengan organisasi seperti LP. Ma’arif NU, UNICEF, dan AUSAID, yang memperkokoh pondasi pendidikan inklusif di MI Keji.

Penghargaan dan Prestasi

Usaha keras Supriyono mulai membuahkan hasil. Pada 2017, ia meraih Juara I Kepala Madrasah Ibtidaiyah Berprestasi Tingkat Nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama. Penghargaan ini memberinya kesempatan untuk belajar lebih jauh tentang pendidikan inklusif melalui program short course di Seoul National University, Korea Selatan, pada 2019.

See also  Begini Cara Mengatasi Biduran pada Ibu Menyusui

Di bawah kepemimpinannya, MI Keji berkembang menjadi model madrasah inklusif. Prestasi madrasah terus meningkat, menarik perhatian masyarakat dan peneliti. Jumlah siswa bertambah dari 58 pada 2009 menjadi 205 pada 2021, termasuk 26 PDBK dengan beragam hambatan seperti Cerebral Palsy, autisme, ADHD, dan tuna grahita.

Misi Berlanjut di MIN 5 Semarang

Pada 2021, Supriyono memulai babak baru sebagai Kepala MIN 5 Semarang. Dengan semangat yang sama, ia memimpin pengembangan pendidikan inklusif, meski tantangan tetap ada. Bersama Forum Pendidik Madrasah Inklusif (FPMI), ia memperkuat kompetensi para guru melalui pelatihan dan studi banding.

Kontribusi Nasional yang Inspiratif

Sebagai Ketua FPMI Pusat dan anggota Tim Ahli Pokja Pendidikan Islam Inklusif, Supriyono berkontribusi dalam menyusun kebijakan yang mendukung pendidikan inklusif di Indonesia. Ia juga berperan dalam pembuatan roadmap pendidikan inklusif di madrasah dan modul pelatihan guru.

See also  Jupraini Sipahutar: Penyuluh Non PNS yang Menginspirasi di Sibolga Selatan

Di bawah kepemimpinannya, FPMI berkembang pesat dengan cabang di 17 provinsi, mencakup lebih dari 1.000 madrasah inklusif yang melayani hampir 3.800 siswa berkebutuhan khusus. Angka ini didukung oleh ribuan guru yang telah dilatih untuk menciptakan lingkungan belajar yang ramah dan setara.

Membawa Harapan Baru

Supriyono adalah bukti bahwa kepemimpinan, kerja keras, dan kolaborasi dapat menciptakan perubahan nyata. Dedikasinya menginspirasi ribuan siswa berkebutuhan khusus untuk meraih pendidikan berkualitas di madrasah. Ia tidak hanya mengubah madrasah tempatnya bertugas, tetapi juga menciptakan dampak positif bagi sistem pendidikan inklusif di Indonesia.

Dalam setiap langkahnya, Supriyono membuktikan bahwa inklusi bukan hanya tentang menerima perbedaan, tetapi juga tentang membuka peluang bagi semua anak untuk meraih masa depan yang lebih baik. Kisahnya adalah semangat yang menghidupkan harapan, membawa pendidikan inklusif ke tingkat yang lebih tinggi.(Selamet Mujahidin Sya’bani/kemenag)

Show More

Related Articles

Back to top button