Berita

Unisba Selenggarakan Seminar Internasional “Campus Carbon Credit Initiative”, Dorong Transformasi Kampus Hijau

SALAMMADANI.COM – Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung (Unisba) kembali menunjukkan komitmen akademiknya dalam mendukung gerakan global pengurangan emisi karbon dengan menyelenggarakan International Seminar Studium Generale bertema “Campus Carbon Credit Initiative”. Kegiatan ilmiah ini menghadirkan dua pakar lintas negara, yakni Prof. Dr. K.A. Aboobaker dari MES College Kerala, India, serta Rose Fatmadewi, M.URP, dosen Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Unisba sekaligus konsultan perencanaan kota berkelanjutan.

Dalam sambutan pembukaan, Dekan Fakultas Teknik Unisba, Dr. Ir. M. Dzikron A.M., S.T., M.T., IPM., menekankan bahwa seminar tersebut tidak hanya bersifat akademik teknis, melainkan bagian dari komitmen serius Unisba dalam menjawab isu perubahan iklim global yang semakin mendesak. Menurutnya, kampus bukan hanya pusat transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga harus menjadi wadah eksperimen dan praktik nyata dalam mengembangkan gaya hidup berkelanjutan.

“Kampus memiliki peran strategis sebagai pusat lahirnya gagasan, sekaligus inkubator bagi implementasi nyata praktik ramah lingkungan. Melalui inisiatif Campus Carbon Credit, kita tidak hanya berupaya mengurangi jejak karbon institusi, tetapi juga membentuk pola pikir generasi muda agar menjadi pemimpin masa depan yang peka pada isu keberlanjutan. Dengan begitu, kampus bisa menjadi model yang ditiru oleh lembaga pendidikan lain, baik di tingkat nasional maupun internasional,” ujar Dzikron.

See also  BPJPH Percepat Penyiapan Pendamping Proses Produk Halal

Dalam sesi pemaparannya, Prof. Aboobaker menegaskan bahwa perubahan iklim saat ini merupakan global emergency yang memerlukan tindakan segera, terukur, dan berkelanjutan. Ia memperkenalkan konsep carbon credit, yakni instrumen yang mewakili pengurangan satu ton emisi karbon dioksida (CO₂). Mekanisme ini dapat diwujudkan melalui berbagai aktivitas, mulai dari penerapan energi terbarukan, pengelolaan limbah yang efektif, hingga program penghijauan.

Ia juga mengingatkan bahwa aktivitas sehari-hari di lingkungan kampus memberi kontribusi cukup signifikan terhadap emisi karbon, baik dari konsumsi listrik, transportasi sivitas akademika, aktivitas kantin, pembangunan infrastruktur, hingga pengelolaan limbah. Karena itu, mahasiswa perlu digerakkan agar lebih peduli, bahkan dengan langkah-langkah sederhana.

See also  Pendaftaran Calon Anggota BPKH Dibuka 10 - 18 Februari 2022

“Mulailah dengan kebiasaan kecil seperti menggunakan botol minum isi ulang, mengurangi plastik sekali pakai, berbagi transportasi menuju kampus, atau ikut terlibat dalam audit dan pengelolaan limbah. Hal-hal kecil ini, jika dilakukan secara kolektif, akan memberi dampak yang besar. Saya percaya, Bandung memiliki potensi untuk menjadi pelopor kampus berbasis carbon credit di Asia Tenggara. Target kita jelas: menuju Carbon Credit Campus 2030,” tegas Aboobaker penuh optimisme.

Sementara itu, Rose Fatmadewi menyoroti keterhubungan antara teknologi, alam, dan manusia dalam membangun tata ruang perkotaan yang berkelanjutan. Ia memperkenalkan konsep biophilic city, yakni kota yang ramah terhadap alam, serta strategi urban resilience yang berfokus pada ketangguhan menghadapi perubahan iklim dan risiko bencana.

Menurut Rose, perencanaan ruang tidak cukup hanya berbasis pada pembangunan fisik semata, melainkan juga harus mengintegrasikan aspek ekologi, kesehatan lingkungan, serta kualitas hidup masyarakat. Dengan pengalaman riset dan keterlibatan internasionalnya, ia mengajak mahasiswa, akademisi, dan masyarakat kampus untuk mengambil peran lebih aktif dalam perencanaan yang adaptif terhadap perubahan iklim sekaligus mendukung mitigasi bencana.

See also  Menag Canangkan Gerakan Teladan Berkurban Nasional 2020

“Kolaborasi lintas sektor—antara kampus, pemerintah, dan masyarakat—merupakan kunci bagi keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Inilah saatnya mahasiswa tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga aktor penting dalam merancang masa depan kota yang tangguh dan ramah lingkungan,” jelas Rose.

Seminar internasional ini diharapkan menjadi pemicu lahirnya ide-ide baru sekaligus memperkuat jejaring kerja sama lintas lembaga demi mendorong transformasi Unisba menuju kampus hijau rendah karbon.

Menutup rangkaian kegiatan, Dzikron kembali menegaskan bahwa upaya menghadapi krisis iklim tidak dapat dilakukan secara parsial. “Perubahan iklim adalah persoalan kolektif, sehingga solusinya pun lahir dari keberanian bersama, bukan hanya dari satu pihak. Mari kita melangkah seiring menuju masa depan yang lebih hijau, berkelanjutan, dan penuh harapan,” pungkasnya.(sani/png)

Show More

Related Articles

Back to top button