Belajar Ridha atas Ujian Allah
Dr. ME Fuady, M.Ikom (Dosen Fikom Unisba & Pengamat Komunikasi Politik)
SEORANG kawan pernah bekerja di sebuah perusahaan pakaian muslim yang terkenal. Ia dikenal sebagai karyawan yang loyal, totalitas, dan tidak pernah setengah hati dalam pekerjaannya. Suatu hari ia dipanggil oleh pihak manajemen. Teman-temannya mengira ia akan promosi, “Wah, kayaknya mau dinaikkan jabatan,” kata mereka. Tidak ada satu pun yang menyangka bahwa yang terjadi justru sebaliknya: ia diberhentikan dari pekerjaannya. Tampaknya sebagai Area Manager, ia dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Ia menerima putusan tersebut.
“Mungkin ini bagian dari rencana Allah,” pikirnya. Ia tidak larut dalam kesedihan, tidak menyalahkan keadaan. Ia termasuk orang yang qana’ah, menerima ketentuan Allah dengan lapang. Beberapa hari kemudian, ia mencari pekerjaan baru. Tak lama berselang, pintu rezeki lain terbuka: ia diterima bekerja di bidang Public Relations, berkembang pesat, hingga kini dipercaya menjadi konsultan PR di perusahaan asing.
Jika dicermati, kisah itu menunjukkan bahwa apa yang sebelumnya tampak seperti pukulan berat dalam hidup, ternyata adalah jalan menuju rezeki dan kemuliaan yang baru. Ujian hidup bukanlah hukuman; sebagian justru merupakan jalan terindah untuk naiknya derajat seseorang.
Ujian adalah cara Allah meminta hamba-Nya untuk kembali, berbenah secara total, juga bentuk kasih sayang-Nya karena tidak semua orang Allah pilih untuk menjalaninya. Allah ingin hamba-Nya naik kelas. Bersyukurlah, sebab berarti Allah mengenalmu secara intim. Diperhatikan Allah secara intim sudah menjadi kebahagiaan tersendiri. Kata Nabi,
“Sesungguhnya Allah apabila mencintai suatu kaum, maka Dia menguji mereka.” (HR. Tirmidzi)
Cara menyikapi ujian adalah bersabar, bermuhasabah, memperbaiki diri, berpikir positif, mengokohkan tauhid, bergantung hanya kepada Allah, dan memperbaiki hubungan dengan-Nya. Dengan begitu, maka Allah lah yang akan menyelesaikan seluruh urusan hamba-Nya tersebut dengan cara, waktu, dan momentum pilihan Allah.
Allah berfirman,
إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah ayat 6)
Kita tidak perlu bertanya kapan ujian akan berakhir, kapan pertolongan akan datang. Ridha, jalani, bersabar, dan bertawakal. Jangan pernah berputus dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah senang mendengar doa hamba-Nya di keheningan malam. Pertolongan Allah akan tiba dari arah yang tidak disangka, dengan cara yang tidak diduga, yakni caranya Allah.
Pendidikan Ilahi
Dalam konteks itulah para ulama menjelaskan bahwa ridha bukan persoalan meminta Allah meridhai semua hajat kita. Ridha adalah menerima apa yang menjadi ketetapan Allah, seperti apa pun ketetapan itu.
Sufyan ats-Tsauri pernah berdoa, “Ya Allah, ridhailah kami.” Namun Rabi’ah Al-Adawiyyah menegurnya, “Tidakkah kamu malu meminta ridha Allah, sementara kamu sendiri tidak ridha kepada-Nya?” Sufyan pun tertegun dan beristighfar.
Kapan seorang hamba menjadi orang yang ridha kepada Allah?
Rabi’ah menjawab, “Jika kebahagiaannya menyambut musibah sama seperti kebahagiaannya menyambut nikmat.”
Ridha memerlukan kesadaran bahwa Allah adalah pemilik segalanya, berhak atas diri dan kehidupan makhluk-Nya, dan bahwa musibah maupun nikmat sama-sama merupakan bentuk cinta Allah. Allah selalu memberi yang terbaik, meski manusia sering tidak mampu melihat bentuk kebaikan itu pada awalnya.
Seperti pengalaman seorang seorang ustaz populer. Ia harus menerima kenyataan pahit, diputus sepihak dari tempatnya beraktivitas setelah bertahun-tahun mengabdi. Ia awalnya berpikir itu adalah suatu penderitaan, namum selang beberapa pekan, tiba-tiba ia “dipinang” untuk mengajar di sebuah PT. Di PTS itu, kariernya melesat, jabatan fungsional dikelola dengan baik, dan ia mendapat apresiasi yang sesuai dari pimpinan PTS tersebut.
“Sungguh menakjubkan keadaan seorang mukmin. Seluruh urusannya adalah baik, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali seorang mukmin. Jika ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika ia ditimpa musibah, ia bersabar, maka itu pun baik baginya.” (HR Muslim)
Nikmat Allah kadang tersembunyi di balik kejadian yang tampak pahit. Orang mengira itu musibah, padahal justru pintu kebaikan. Karena itu penting untuk berpikir positif atas apa pun yang terjadi. Bagaimana kita tidak ridha, sementara Allah Maha Baik dan selalu memberi yang terbaik bagi hamba-Nya. Bahkan menerima ketentuan Allah dengan lapang, semangat, dan ridha akan berbuah surga.
Ujian dan ridha adalah dua sisi dari proses pendidikan Ilahi. Ujian menuntun hamba untuk kembali kepada Allah, sementara ridha menjaga hati agar tetap tenang di bawah ketetapan-Nya. Ketika keduanya menyatu dalam diri seorang hamba, ia akan berjalan dalam hidup dengan ketenangan spiritual, keyakinan penuh, dan prasangka baik kepada Allah yang Maha Mengatur segalanya.**



