Opini

Bahaya Pemimpin Curang

Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag ( Wadek 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba )

KECURANGAN terhadap rakyat merupakan dosa besar yang mendatangkan murka Allah, hingga menghalangi seorang pemimpin curang dari surga. Amanah kepemimpinan, dalam pandangan Islam, bukanlah sekadar jabatan atau kekuasaan, melainkan tanggung jawab suci yang harus dijalankan secara  adil dan jujur.

عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: “مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً، يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ، إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ.” مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ.

Dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang hamba yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat, lalu ia meninggal dunia dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, kecuali Allah mengharamkannya masuk surga.” (Muttafaqun ‘alaih).

Hadis ini mengungkap dengan jelas hakikat kepemimpinan sebagai amanah agung yang disematkan oleh Allah, sebuah titipan suci yang memancarkan nilai moral dan spiritual. Kepemimpinan bukan sekadar urusan duniawi atau tanggung jawab administratif belaka, melainkan janji yang mengakar pada keadilan dan amanah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lantang memperingatkan bahwa pengkhianatan terhadap rakyat—entah berupa kecurangan, kelalaian, atau ketidakadilan—adalah dosa yang tak terampuni, sebuah noda yang menghalangi pelakunya dari keindahan surga. Hadist ini mengetuk pintu hati, menuntut kesadaran yang jernih bahwa kepemimpinan bukanlah takhta megah yang mendatangkan keistimewaan, melainkan beban berat yang harus dipikul dengan kejujuran, keadilan, dan ketulusan karena setiap langkah akan dihisab di hadapan Allah.

See also  Mainstreaming Madrasah di Tahun Toleransi

تِلْكَ الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لَا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الْأَرْضِ وَلَا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ

“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri di bumi dan tidak berbuat kerusakan. Dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Qasas: 83)

Ayat ini, bak lentera yang menggugah setiap pemimpin untuk menata langkahnya, berbicara tentang dua musuh abadi dalam kehidupan manusia: kesombongan dan kerusakan. Dua penyakit ini adalah bayang-bayang gelap yang sering merundung jiwa mereka yang duduk di kursi kekuasaan. Kesombongan adalah api yang menyala dalam dada, membakar kerendahan hati, dan menyalakan angan-angan untuk menjadi penguasa dunia. Sedangkan kerusakan adalah jejak langkahnya, yang meninggalkan bekas luka dalam kehidupan umat manusia.

Allah dalam ayat ini menyeru kepada mereka yang diberi amanah bahwa negeri akhirat bukanlah milik mereka yang menjadikan kekuasaan sebagai alasan untuk meninggi-ninggikan diri. Kekuasaan bukanlah mahkota yang menghias kepala, melainkan beban berat yang menuntut keadilan dan kasih sayang.

Kesombongan adalah akar dari segala kejatuhan manusia. Iblis diusir dari rahmat Allah karena keangkuhannya:

قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِي مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُ مِن طِينٍ

See also  Mengungkap Rahasia Al-Qur'an Bagi Kemaslahatan Manusia (2)

“Iblis berkata: Aku lebih baik daripadanya. Engkau menciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” (QS. Al-A’raf: 12)

Kisah ini menjadi peringatan abadi bahwa keangkuhan hanya membawa kehancuran. Seorang pemimpin yang sombong melihat rakyatnya sebagai tangga untuk menambah ketinggian dirinya, lupa bahwa setiap tangga itu adalah jiwa yang memikul derita. Kesombongan adalah tabir yang menutupi mata, menjauhkan seorang pemimpin dari kebenaran dan kasih sayang.

Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag

Kerusakan adalah anak kandung dari kesombongan. Pemimpin yang mendewakan kekuasaan sering kali mengorbankan harmoni sosial dan keseimbangan alam. Dalam konteks modern, kerusakan ini terlihat pada ketidakadilan sosial, eksploitasi sumber daya alam, dan ketimpangan ekonomi. Allah dengan tegas melarang perbuatan semacam ini:

وَلَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ بَعْدَ إِصْلَاحِهَا

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Allah memperbaikinya.”(QS. Al-A’raf: 56)

Seorang pemimpin yang abai terhadap tanggung jawabnya untuk melindungi rakyat dan lingkungannya telah menghianati amanah Allah. Kerusakan ini tidak hanya meninggalkan luka di bumi tetapi juga menciptakan derita bagi generasi mendatang.

Pemimpin Sejati

Seorang pemimpin sejati adalah dia yang rendah hati, yang tidak mencari kehormatan dari manusia tetapi mendamba keridhaan Allah. Kerendahan hati adalah kebajikan yang menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap setiap jiwa yang dipimpinnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

See also  'Perdagangan' yang Sesungguhnya Menurut Perspektif Islam

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.”(HR. Abu Nu’aim)

Kerendahan hati seorang pemimpin tercermin dari kesediaannya mendengarkan suara rakyatnya, memahami derita mereka, dan berusaha dengan sepenuh hati untuk menyelesaikan masalah mereka. Pemimpin seperti inilah yang layak disebut sebagai ulul amri yang dicintai Allah dan dicintai rakyatnya.

Kepemimpinan adalah amanah yang tidak bisa disandingkan dengan nafsu atau ambisi pribadi. Allah memberikan amanah kepada manusia sebagai ujian, untuk melihat sejauhmana kejujuran, kesungguhan, dan tanggung jawab mereka dalam menunaikannya. Dalam kecurangan, ada pengingkaran terhadap kesucian amanah itu sendiri.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang kami angkat menjadi pemimpin atas suatu urusan umat, lalu ia menipu mereka maka ia tidak akan mencium bau surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Wahai para pemimpin, renungkanlah! Jadikan kekuasaanmu sebagai jalan menuju keridhaan Allah, bukan titian menuju kehancuran. Peganglah amanah ini dengan penuh tanggung jawab karena Allah tidak pernah lalai dari apa yang kamu perbuat.

Ya Allah, tanamkan dalam hati para pemimpin kami rasa takut kepada-Mu, rasa cinta kepada keadilan, dan kerendahan hati untuk melayani rakyatnya. Jauhkan mereka dari kesombongan dan kerusakan, serta bimbinglah mereka menuju jalan yang Engkau ridhai.” (ADS)

Show More

Related Articles

Back to top button