Jalan Taqwa Melalui Kebenaran & Kejujuran
Oleh Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag (Wadek I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba)
SIDQ bukan sekadar kejujuran dalam kata-kata tetapi komitmen penuh terhadap kebenaran yang melintasi batas waktu dan ruang. Ia adalah kesejatian hati, keteguhan sikap, dan keberanian untuk berpihak pada yang haq, meskipun menghadapi gelombang kebatilan yang menggulung zaman.
Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut ṣidq sebagai tolok ukur yang membedakan antara mereka yang teguh dalam iman dan mereka yang hanya menyelubungi diri dengan kedustaan. Ṣidq mengandung dua dimensi: kejujuran dalam perkataan dan tindakan, serta kebenaran yang teguh dalam keyakinan. Ayat-ayat berikut menggambarkan kedalaman makna ṣidq, sebagai jalan bagi para pencari kebenaran, ujian keimanan, penyelamat di hari akhir, dan prinsip hidup yang harus dipegang teguh.
Kebenaran dan Kejujuran sebagai Jalan Takwa
Allah memuliakan orang bertaqwa. Semakin tinggi derajat taqwa semakin mulia dalam timbangan-Nya. Diantara atribut ketaqwaan adalah komitmen kebenaran dan kejujuran.
وَالَّذِي جَآءَ بِالصِّدۡقِ وَصَدَّقَ بِهِۦٓ أُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ ٣٣
“Dan orang yang membawa kebenaran serta yang membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Az-Zumar [39]: 33)
Ayat ini menegaskan bahwa ada dua golongan yang berperan dalam menegakkan kebenaran: pembawa kebenaran dan penerima yang membenarkannya. Pembawa kebenaran adalah para nabi dan rasul, serta siapa pun yang menyuarakan kebenaran di tengah manusia. Namun kebenaran tak hanya butuh penyampai; ia juga perlu dibenarkan dan dihidupkan oleh mereka yang mendengarnya.
Hari ini, kebenaran sering dikaburkan. Di era disinformasi, siapa yang membawa kebenaran malah dicurigai, dicemooh, atau bahkan dikriminalisasi. Fakta dimanipulasi, yang jujur dianggap naif, sementara yang menipu dielu-elukan sebagai cerdik. Ayat ini memanggil manusia untuk kembali ke fitrah, agar membenarkan yang haq meskipun terasa pahit dan berat. Karena hanya mereka yang jujur dalam menerima kebenaranlah yang akan mencapai derajat muttaqīn (orang-orang bertakwa).
Ada masanya sebuah nilai diuji kesejatiannya, apakah nilai yang ditunjukkan itu nyata atau abal-abal saja.
لِيَسۡـَٔلَ ٱلصَّـٰدِقِينَ عَن صِدۡقِهِمۡۚ وَأَعَدَّ لِلۡكَـٰفِرِينَ عَذَابٗا أَلِيمٗا ٨
“Agar Allah menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka, dan Dia telah menyediakan azab yang pedih bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Ahzab [33]: 8)
Kebenaran dan kejujuran bukan hanya klaim tetapi janji yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Allah tidak sekadar menilai apa yang dikatakan tetapi apa yang diperbuat. Ayat ini adalah ancaman bagi mereka yang mengaku jujur tetapi sebenarnya berpura-pura.
Hari ini, betapa banyak yang berbicara atas nama kebenaran, namun di baliknya terselip kepentingan tersembunyi. Para pemimpin berbicara tentang keadilan tapi keputusan mereka lebih berpihak kepada yang kuat. Para tokoh agama menyerukan moralitas tetapi di balik mimbar ada arogansi dan ketamakan. Ayat ini datang sebagai peringatan: kejujuran yang sejati akan diuji, dan dusta yang tersembunyi akan terungkap.
Hari Ketika Kejujuran Menjadi Penyelamat
Di akhirat nilai-nilai kebenaran dan kejujuran akan menyelematkan pemiliknya. Walaupun ketika di dunia mungkin mereka terpinggirkan dan dikalahkan.
هَـٰذَا يَوۡمُ يَنفَعُ ٱلصَّـٰدِقِينَ صِدۡقُهُمۡۚ لَهُمۡ جَنَّـٰتٞ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَـٰرُ خَـٰلِدِينَ فِيهَآ أَبَدٗاۚ رَّضِيَ ٱللَّهُ عَنۡهُمۡ وَرَضُواْ عَنۡهُۚ ذَٰلِكَ ٱلۡفَوۡزُ ٱلۡعَظِيمُ ١١٩
“Ini adalah hari ketika kejujuran mereka bermanfaat bagi orang-orang yang benar. Bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya. Itulah kemenangan yang agung.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 119)
Ketika dunia hancur, ketika segala tipu daya tak lagi berfaedah, hanya satu hal yang bernilai: kebenaran dan kejujuran. Mereka yang hidup dalam ṣidq akan menuai buahnya. Mereka tidak hanya mendapatkan surga tetapi yang lebih agung: ridha Allah.
Namun betapa sering hari ini kita melihat manusia lebih menghargai kepalsuan daripada kebenaran. Kejujuran diolok-olok, sementara kemunafikan justru dijadikan strategi hidup. Banyak yang memilih diam melihat kebatilan karena takut kehilangan kenyamanan. Padahal, sebagaimana ayat ini tegaskan, hanya ṣidq yang akan menyelamatkan pada akhirnya.
Bersama Orang-orang yang Benar & Jujur
Allah memerintahkan para hambanya bergaul bersama orang-orang yang baik yang menjunjung kebenaran dan kejujuran.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَكُونُواْ مَعَ ٱلصَّـٰدِقِينَ ١١٩
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan bersamalah kamu dengan orang-orang yang benar.” (QS. At-Taubah [9]: 119)
Kejujuran bukan hanya sikap pribadi tetapi juga komitmen kolektif. Keimanan akan kuat jika berada dalam lingkungan yang menjunjung tinggi kejujuran. Karena itu, Allah memerintahkan agar kaum beriman senantiasa berada di antara mereka yang jujur.
Namun hari ini, banyak yang lebih suka berteman dengan mereka yang bisa memberi manfaat duniawi, tanpa peduli apakah mereka jujur atau tidak. Keuntungan lebih diutamakan daripada kejujuran. Politik transaksional, bisnis tanpa etika, dan hubungan sosial yang penuh kepalsuan menjadi pemandangan biasa. Ayat ini mengingatkan bahwa lingkungan menentukan nasib seseorang—mereka yang hidup bersama orang-orang jujur akan teguh dalam kebenaran, sedangkan mereka yang bergaul dengan pendusta akan larut dalam kebatilan.
Wahai Tuhan yang Maha Benar, Teguhkan hati ini dalam kejujuran, meski dunia menggoda dengan kepalsuan. Jadikan lisan ini selalu mengucapkan kebenaran, meski pedih bagi yang mendengar. Berikan keberanian untuk berpihak pada yang haq, meski harus melawan arus zaman. Himpunkan kami bersama mereka yang jujur, agar keimanan ini terjaga. Dan pada hari ketika setiap kata dipertanggungjawabkan, Jadikanlah ṣidq kami sebagai penyelamat, membuka pintu ridha-Mu, dan mengantarkan kami menuju cahaya-Mu yang abadi.(ADS)