Nama Sebagai Pesan Komunikasi: Dari Shakespeare Hingga Tradisi Islam
Oleh: Dr. ME Fuady, M.Si (Dosen Fikom Unisba)
 
						Nama Sebagai Pesan Komunikasi: Dari Shakespeare Hingga Tradisi Islam
“What`s in a name? That which we call a rose By any other name Would smell as sweet”
KALIMAT demi kalimat itu Shakespeare tuliskan dalam kisah percintaan tragis, Romeo dan Juliet. Kita tahu bahwa akhir kisah cinta Romi dan Yuli itu berakhir duka.
Sebenarnya William Shakespeare tidak mengatakan nama itu tidak penting seperti dugaan kita atau banyak orang selama ini. Ia ingin tunjukkan bahwa sebuah nama keluarga yang melekat pada Romeo dan Juliet membuat keduanya tak dapat bersatu. Hanya gara-gara mereka dilahirkan di keluarga yang saling berseteru selama bertahun-tahun, kisah cinta mereka berakhir duka. Montague dan Capulet, nama keluarga yang menjadi petanda, barrier atau pembatas hubungan keduanya.
“What`s in a name” menjadi ungkapan yang sangat satire.
Islam mengajarkan bahwa nama adalah doa ((al-ismu ad-du’a). Dalam nama terkandung sebuah doa. Nama berisikan keinginan, visi, cita-cita dan terutama harapan. Apakah nama itu menggunakan bahasa Arab, Inggris, Yunani, Indonesia, Portugis, Spanyol, Jawa, Sunda, atau manapun, tetap saja ada doa dan harapan di dalamnya. Sangat wajar bila nama menjadi sangat penting bagi siapapun di dunia ini.
Orang tua yang memberikan nama anaknya “Putri”, berharap anaknya seperti seorang putri. Cantik bagaikan putri, berhati bersih, tulus, penyayang, bermartabat, dan disukai oleh banyak orang. Mereka yang diberi nama Balqis, diharapkan menjadi wanita cantik rupawati, memesona, berkharisma, meluluhkan hati pria, terhormat, memiliki kharisma, serta bijak dan adil bila memiliki kekuasaan apapun bentuknya.
Rasanya tak mungkin bila orang tua memberikan nama yang memiliki arti kurang baik untuk anaknya. Hanya karena ingin tampak islami misalnya, orang tua memberi nama anaknya dengan “al-Baqarah” alias Sapi Betina. Sapi itu sangat bermanfaat, tapi jarang perempuan di Indonesia diberi nama yang memiliki keterkaitan dengan hewan. Berbeda dengan orang Indian yang banyak menggunakan nama binatang untuk nama mereka, “Elang Putih”, “Beruang Merah”, dan lainnya.
Yang lebih parah lagi bila seseorang yang jarang mengaji, lalu membuka al-Qur`an. Niatnya baik, ia ingin nama anaknya tampak Islami. Kebetulan ia membuka surat Al-Lahab, diputuskanlah nama anaknya dengan “Al-Lahab. Padahal Al-Lahab mengandung makna yang tidak baik, orang yang merugi. Abu Lahab adalah paman nabi yang paling sering mencelakai nabi. Azab yang sangat pedih ditimpakan pada Abu Lahab karena kejahatannya yang luar biasa pada Nabi.
Ada orang tua yang memberikan nama “Muhammad Zinedine Zidane” pada anaknya. Bukan karena keinginan agar anaknya jadi pemain bola terkenal tetapi karena dalam namanya itu terkandung doa yang baik. “Muhammad” berarti terpuji. “Zinedine” berasal dari bahasa Arab “Zaenudin” yang berarti “perhiasan agama”. Dan, “Zidane” berasal dari kata “Zaidan” yang artinya “Tambahan”. Harapannya, anak itu memiliki akhlak yang terpuji dan kapanpun selalu terjaga, serta menjadi perhiasan agama, juga selalu bertambah segala kebaikan dan rezekinya.
Ada pula orang yang menggunakan nama “Abu Yazid”, tetapi sebagian orang menghindarinya karena nama itu dianggap memiliki keterkaitan dengan sebuah sejarah kelam. Abu Yazid dianggap sebagai pihak yang menyebabkan terbunuhnya Husein, cucu dari Rasulullah. Meski ada pihak yang menyangkal keterlibatan Abu Yazid dalam peristiwa di padang Karbala itu. Kalau pun ada orang yang menggunakan nama “Abu Yazid”, barangkali diambil dari nama seorang sufi besar, “Abu Yazid al-Bushtami”.
Bagaimana dengan mengganti nama setelah remaja atau dewasa? Misalnya mengganti nama Bahrum dengan Edi? Prihatono menjadi Prihartono, atau menjadi Hartono? Hal itu dibenarkan bila nama sebelumnya mengandung arti yang kurang baik dan mengganti dengan yang lebih baik. Rasulullah pernah mengganti nama beberapa sahabat dan anak mereka.
Mengganti Nama
Dari Abdul Hamid bin Jubair bin Syaibah, ia berkata, “Aku duduk bersama Sa’id bin Al-Musayyib, lalu ia menceritakan kepadaku bahwa kakeknya, Hazn, datang kepada Nabi SAW. Nabi bertanya, ‘Siapa namamu?’ Ia menjawab, ‘Hazn.’ Nabi berkata, ‘Kamu adalah Sahl.’ Namun ia berkata, ‘Aku tidak akan mengganti nama yang ayahku berikan.’ Ibnul Musayyib berkata, ‘Kesedihan itu tetap ada pada kami setelah itu.’” (HR Bukhari)
Terdapat pula beberapa riwayat lainnya perihal Rasulullah yang mengganti nama anak dari sahabat. Saat Rasulullah mengganti nama mereka, tentu tak ada selametan bubur merah-bubur putih. Sebagai kearifan lokal, tradisi di Jawa itu dilakukan sebagai simbol dari darah dan tulang, serta indung telur pada tubuh manusia, juga keberanian dan kesucian. Dapat dimaknai sebagai manusia yang terlahir kembali dengan harapan baru.
Di kalangan artis, gonta ganti nama seolah menjadi keharusan untuk mengubah nasib. Minimal nama tersebut terasa lebih memiliki nilai jual, nama yang promotif. Mulan Kwok mengganti nama dengan Mulan Jameela. Syaiful Jamil menambah satu huruf “i”pada namanya, menjadi “Syaiful Jamiil”. Raden Nike Ratnadilla sebelumnya menggunakan nama Nike Astrina, namun karena dianggap kurang pas, kurang menjual, nama itu diubah menjadi Nike Ardilla, Sejak menggunakan nama itu, karirnya meroket. Tukul yang kemudian menambahkan nama “Arwana” juga mengalami nasib yang sama. Joko Widodo mantan Presiden RI pun dulu sempat diberi nama “Mulyono”, namun karena sering sakit, digantilah dengan nama yang disandangnya hingga sekarang.
Berikut daftar nama artis yang sudah diganti:
- Ainur Rokhimah = Inul Daratista
 2. Alfiansyah = Komeng
 3. Bambang Reguna Bukit = Bams Samsons
 4. Barata Nugraha = Polo
 5. Chandra Pratomo Samiadji = Adjie Massaid
 6. Cucu Suryaningsih = Evie Tamala
 7. Deddy Cahyadi Sundjoyo = Deddy Corbuzier
 8. Derita = Rita Sugiarto
 9. Dewi Murya Agung = Dewi Persik
 10. Dida Diah Daniar = Dian Piesesha
 11. Djuhri Masdjan = Jojon
 12. Eddy Supono = Parto Patrio
 13. Eko Indro Purnomo = Eko Patrio
 14. Hartini Erpi Nurjanah = Ikke Nurjanah
 15. Iis Laeliyah = Iis Dahlia
 16. Krisman Rahardi = Chrisye
 17. Meidiana Maemunah = Memes
 18. Nastiti Karya Dewi = Nicky Astria
 19. Raden Ajeng Dewi Pujiati = Dewi Yull
 20. Raden Rizki Mulyawan Kertanegara Hayang Denda Kusuma = Dik Doang
 21. Sigit Purnomo = Pasha (Unggu)
 22. Siti Khodijah = Ayu Azhari
 23. Sudarwati = Titik Puspa
 24. Teuku Adifitria = Tompi
 25. Toto Maryadi = Tarzan
 26. Virgiawan Listanto = Iwan Fals
 27. Wahyu Setyaning Budi = Yuni Shara
 28. Wicaksono Abdul Salam = Roy Marten
 29. Wulansari = Mulan Kwok = Mulan Jameela
 30. Rusyana = Yana Julio
Kemudian, pertanyaan yang muncul, apakah perubahan nasib mereka itu karena nama?
Sekali lagi, nama adalah doa. Nama yang baik menjadi doa yang baik. Pada nama terdapat harapan. Nama yang baik adalah harapan yang baik. Tidak serta merta mengubah nama maka nasib pun berubah drastis. Tetap saja ada kerja keras di dalamnya. Tanpa ikhtiar, usaha untuk mengubah nasib, semuanya tak akan terwujud. Nasib tak akan berubah begitu saja. Nasib tak berubah begitu saja dengan mengucap “Simsalabim”.
Bisa saja pada nama ini berlaku “hukum” nubuwat yang dipenuhi oleh diri sendiri”. Kesadaran seseorang akan nama yang diberikan orang tua dengan sendirinya membuat pemilik nama berlaku sebagaimana nama yang disandangnya. Orang yang menyandang nama “Muhammad” berusaha untuk berperilaku sebagaimana nama yang dimilikinya.
Lalu, kenapa ada orang yang memiliki nama yang baik, tetapi kok menjadi orang jahat?
Nama bukanlah satu-satunya ukuran seseorang akan menjadi baik/tidak. Ada faktor lain yang turut mempengaruhi seperti pola asuh, pergaulan, juga asupan. Orang tua yang salah mendidik anak, pergaulan anak yang dibiarkan tanpa pengamatan/pengawasan, dan asupan makanan yang tidak jelas kehalalannya dapat mempengaruhi diri pemilik nama.
Seperti kisah seorang sufi yang dicibir seorang pejabat karena anak sufi itu menjadi seorang pemabuk. “Anda taat beribadah, tapi anakmu menjadi pemabuk”, cibir seorang pejabat. “Betul, tuan. Dia jadi pemabuk. Semuanya baik-baik saja sampai suatu hari ia memakan makanan kiriman Anda”, jawab sufi itu Maksudnya, anaknya begitu setelah makan makanan yang tidak jelas kehalalannya dari pejabat itu.
Akhir kata, tetap nama adalah hal yang sangat penting. Rasulullah mengatakan, “panggilah seseorang dengan panggilan yang baik dan disukainya”. Kita dilarang memanggil seseorang dengan umpatan-umpatan, apalagi dengan sebutan binatang atau istilah apapun yang buruk dan tak disukainya seperti cat calling atau body shaming. Parahnya, kelompok milenial pada jamannya pernah memanggil kawan dengan nama bapaknya masing-masing. Cerita ini biasanya selalu dikenang banyak orang.
Nama bukanlah sekumpulan huruf mati tanpa arti. Nama mengkomunikasikan sebuah pesan. Nama itu doa, berisikan cita-cita dan harapan. Jadi, siapa bilang nama itu tak penting dan tak ada artinya.**
 
				


