KELUARGA adalah tambatan jiwa—pelabuhan bagi hati yang lelah dari kerasnya kehidupan dunia. Dalam dekapan keluarga, cinta tumbuh, kasih sayang bersemi, dan ketenangan hadir dalam harmoni yang tak tergantikan. Allah menjadikan keluarga sebagai tanda kebesaran-Nya, sebuah manifestasi dari rahmat-Nya yang tiada batas. Relasi ini bukan sekadar ikatan darah, melainkan sebuah pengabdian, jalan mendekatkan diri kepada Allah, dan sarana mendalami makna hidup.
Allah mengabadikan makna sakral ini dalam firman-Nya:
وَمِنۡ ءَايَـٰتِهِۦۤ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٲجً۬ا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡہَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةً۬ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِى ذَٲلِكَ لَأَيَـٰتٍ۬ لِّقَوۡمٍ۬ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Ayat ini bukan hanya menggambarkan relasi antara suami dan istri, tetapi juga memberikan kerangka mendalam tentang makna sakinah—ketenteraman yang menjadi tujuan penciptaan pasangan. Ketenangan ini bukan datang dari aspek duniawi semata, melainkan merupakan bentuk karunia Allah yang memadukan hati-hati yang berbeda dalam keselarasan kasih sayang. Rasa cinta (mawaddah) dan kasih (rahmah) adalah dua pilar yang menopang keluarga, di mana cinta melahirkan gairah, sementara kasih menjelma menjadi kepedulian yang abadi.
Namun, sakinah tidak hanya tercipta dari hubungan suami istri. Anak-anak, sebagai amanah Allah, menjadi pelengkap harmoni keluarga, dan kehadiran mereka adalah doa yang dijawab, sebagaimana Allah mengajarkan doa orang-orang beriman:
وَٱلَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبۡ لَنَا مِنۡ أَزۡوَٲجِنَا وَذُرِّيَّـٰتِنَا قُرَّةَ أَعۡيُنٍ۬ وَٱجۡعَلۡنَا لِلۡمُتَّقِينَ إِمَامً۬ا
“Dan orang-orang yang berkata, ‘Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.’” (QS. Al-Furqan: 74)
Ayat ini mengajarkan bahwa keluarga bukan hanya sarana biologis atau sosial, melainkan juga jalan spiritual menuju ketakwaan. Anak-anak sebagai qurrata a’yun (penyejuk pandangan) adalah amanah yang harus dipelihara dengan cinta dan tanggung jawab. Doa ini menuntun setiap anggota keluarga untuk saling menguatkan dalam nilai-nilai ketakwaan sehingga keluarga menjadi wadah lahirnya generasi pemimpin yang adil dan bertanggung jawab di dunia serta berorientasi akhirat.
Keluarga juga mengajarkan manusia untuk menyadari asal-usulnya. Allah menciptakan manusia dari satu jiwa yang darinya terjalin silsilah kehidupan:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱتَّقُواْ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُم مِّن نَّفۡسٍ۬ وَٲحِدَةٍ۬ وَخَلَقَ مِنۡهَا زَوۡجَهَا وَبَثَّ مِنۡهُمَا رِجَالاً۬ كَثِيرً۬ا وَنِسَآءً۬ۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِى تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبً۬ا
“Wahai manusia! Bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu jiwa, dan (Allah) menciptakan pasangannya dari (jiwa) itu; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan (menggunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan kekerabatan. Sungguh, Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisa: 1)
Kesadaran akan asal-usul ini mendorong manusia untuk menjaga hubungan kekeluargaan. Dalam konteks ini, keluarga menjadi manifestasi tanggung jawab sosial, di mana relasi bukan hanya tentang hubungan biologis, tetapi juga moral.
Kasih ibu yang terabadikan dalam Al-Qur’an menunjukkan betapa keluarga adalah tambatan kasih yang paling tulus:
وَوَصَّيۡنَا ٱلۡإِنسَـٰنَ بِوَٲلِدَيۡهِۖ حَمَلَتۡهُ أُمُّهُۥ وَهۡنًا عَلَىٰ وَهۡنٍ۬ وَفِصَـٰلُهُۥ فِى عَامَيۡنِ أَنِ ٱشۡكُرۡ لِى وَلِوَٲلِدَيۡكَ إِلَىَّ ٱلۡمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman: 14)
Ayat ini mengungkapkan bahwa kasih ibu adalah bentuk pengorbanan yang tak terukur. Dari kehamilan hingga penyapihan, setiap tahap adalah perjuangan yang diwarnai cinta. Dalam keluarga, pengorbanan inilah yang menjadi fondasi, mengajarkan manusia untuk memahami cinta yang sejati, yaitu cinta tanpa syarat.
Ya Allah, Engkau yang mengguratkan kasih di hati kami, jadikanlah keluarga kami tambatan jiwa yang membawa kami lebih dekat kepada-Mu. Anugerahkanlah kepada kami pasangan yang mencintai-Mu dan keturunan yang menjadi cahaya mata. Tuntunlah kami untuk menjaga amanah keluarga dengan cinta, kesabaran, dan ketakwaan. Wahai Rabb yang Maha Pengasih, jadikanlah setiap cinta di antara kami sebagai pantulan cinta-Mu. Limpahkanlah keberkahan dalam rumah tangga kami, dan pertemukanlah kami kelak di surga-Mu yang abadi. (ADS)