Di tengah hiruk pikuk Pasar Tanjungsari Sumedang, ada sebuah kios daging yang terlihat berbeda dari kios-kios lainnya, bukan dari tampilannya, namun perbedaan yang sangat mencolok adalah dari jam tutup kios tersebut.
Bagaimana tidak, pada hari-hari biasa, sekira jam 10.00 WIB, kios tersebut sudah tutup, itu menandakan bahwa daging di kios tersebut sudah habis, berbeda dengan kios lainnya yang harus berlarut hingga mentari tegak di atas ubun-ubun.-
Kenapa, dan Ada apa dengan kios ini?
Kios daging tersebut adalah milik seorang pria asal Subang. Haji Iip, begitulah orang-orang memanggilnya. Kios Haji Iip memang selalu ramai dikerumuni pembeli. Ketika pagi menjelang, potongan daging sapi segar sudah tertata rapi, siap memenuhi permintaan pelanggan.
Dari luar, Haji Iip tampak seperti pengusaha daging pada umumnya. Berpakaian sederhana, ramah melayani pembeli, dan sesekali bercanda dengan para pedagang di pasar. Tak ada yang istimewa, kecuali sikap hormat nya kepada pelanggan yang selalu di sertai dengan senyumnya yang selalu mengembang.
Pria asal Selakaso Subang ini, dikenal sebagai sosok yang gemar memancing. Hampir setiap hari ia menyempatkan diri untuk menyalurkan hobinya itu. Tak jarang, ia menghabiskan waktu berjam-jam di tepi kolam, memancing ikan sambil menikmati ketenangan alam.
Kebiasaan ini seringkali memunculkan persepsi yang salah di mata sebagian orang. Mereka menganggap Haji Iip sebagai “Pengangguran Elit” yang hanya menghambur-hamburkan uang untuk hobi. Apalagi, peralatan memancing yang dimilikinya terbilang cukup lengkap dan modern. Anggapan miring itu semakin kuat ketika Haji Iip terlihat sering mentraktir teman-temannya di warung makan ketika hendak memancing.
Namun, siapa sangka, di balik hobi memancing yang dianggap “foya-foya” itu, tersimpan rahasia keberkahan rezeki Haji Iip. Memancing baginya bukan sekadar mencari ikan, tetapi sebuah filosofi untuk melatih kesabaran, keikhlasan, dan koneksi dengan alam. Ia percaya, rezeki itu datangnya dari Allah, dan salah satu cara untuk menjemputnya adalah dengan berbagi dan membantu sesama.
“Memancing itu mengajarkan saya untuk sabar menunggu. Sama seperti mencari rezeki, kita harus sabar dan berusaha. Tapi yang terpenting, jangan lupa berbagi,” ujarnya dengan logat Sunda yang halus.
“Rezeki itu akan datang berlimpah bagi mereka yang gemar berbagi dan membantu sesama. Coba perhatikan, sebelum saya melempar umpan, saya pasti tebar dulu pakan yang banyak, agar ikan-ikan pada berkumpul, Setelah itu saya baru melempar umpan bersama kail, Alhasil ketika umpan saya lempar, sudah banyak ikan yang ingin menyambar umpan saya. Dan pakan yang saya tebar itu ibarat sebuah sedekah”.
“Lalu bagaimana jika tidak ada ikan yang menyambar umpan kita? ya kita harus sabar, karena rezeki itu Allah yang mengatur. Namun percayalah, tidak akan ada usaha yang menghianati hasil” Tambahnya sambil tersenyum lebar.
Haji Iip memang dikenal sangat dermawan. Ia tak pernah ragu membantu orang-orang yang membutuhkan. Mulai dari memberikan sumbangan untuk pembangunan masjid, membantu biaya pengobatan tetangga yang sakit, menyekolahkan anak-anak yang kurang mampu, hingga memberikan modal usaha kepada pedagang kecil. Ia melakukannya dengan ikhlas, tanpa mengharap imbalan apapun.
“Rezeki yang saya dapat ini titipan dari Allah. Mungkin ada sebagian hak orang lain yang Allah titipkan melalui saya. Jadi, kenapa harus pelit?” tuturnya dengan senyum cerah yang sangat tulus.
Kisah-kisah kedermawanan Haji Iip seperti ini sudah terdengar di kalangan pedagang Pasar Tanjungsari. Di kalangan pondok-pondok pesantren dan kalangan para sahabat yang sangat dekat dengannya. Tak heran, ia sangat dihormati dan disegani. Rezekinya pun seakan tak pernah putus. Usaha dagingnya semakin berkembang, dan ia bisa terus berbagi dengan sesama.
Sering Menghadapi Mispersepsi
Namun di balik kedermawanannya kepada orang lain, Haji Iip terkadang menghadapi mispersepsi dari beberapa saudaranya sendiri. Mereka seringkali menganggapnya pelit karena ia jarang memberikan bantuan secara langsung kepada mereka.
Padahal, di balik sikapnya itu, tersimpan niat mulia untuk mendidik dan melatih kemandirian saudara-saudaranya. Haji Iip percaya bahwa memberikan bantuan secara terus-menerus justru dapat membuat mereka bergantung dan tidak termotivasi untuk berusaha sendiri. Ia lebih memilih untuk memberikan arahan, nasihat, dan motivasi agar saudara-saudaranya mampu mencari solusi atas permasalahan mereka sendiri.
Ia ingin mereka belajar dari pengalaman, mengembangkan potensi diri, dan meraih kesuksesan dengan usaha sendiri. Baginya, memberikan pancing lebih baik daripada memberikan ikan. Ia ingin saudara-saudaranya belajar cara memancing rezeki, bukan hanya menerima rezeki secara instan.
Meskipun terkadang disalahpahami, ia tetap teguh pada prinsipnya, berharap suatu saat nanti saudara-saudaranya dapat memahami maksud baiknya dan menjadi pribadi yang mandiri dan sukses.
Privilege Dari Allah Untuk Anak-anak
Di tengah kesibukannya mengurus lapak daging dan menyalurkan hobi memancingnya, Haji Iip tak pernah melupakan tanggung jawabnya sebagai seorang ayah. Ia sangat memperhatikan pendidikan kedua anaknya. Baginya, pendidikan adalah investasi terbaik untuk masa depan mereka.
Dengan rezeki yang diberikan Allah, Haji Iip menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah terbaik, bahkan beberapa di antaranya melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi. Ia selalu menekankan pentingnya ilmu pengetahuan dan akhlak yang baik.
Haji Iip percaya, keberhasilan dalam hidup tidak hanya diukur dari materi, tetapi juga dari ilmu yang bermanfaat dan budi pekerti yang luhur. Ia menanamkan nilai-nilai agama, kejujuran, dan kerja keras kepada anak-anaknya.
Tak jarang, ia mengajak anak-anaknya ke pasar untuk melihat langsung bagaimana ia berinteraksi dengan pembeli dan pedagang lain, memberikan contoh nyata tentang pentingnya keramahan dan saling menghormati.
Ia juga sering berbagi cerita tentang pengalamannya, suka duka dalam berdagang, dan bagaimana ia selalu berusaha untuk tetap berbagi dengan sesama.
Dengan demikian, Haji Iip tidak hanya memberikan fasilitas pendidikan yang terbaik, tetapi juga mendidik anak-anaknya dengan contoh nyata dan nilai-nilai luhur yang akan menjadi bekal mereka di masa depan.
Istri Adalah Kunci
Di balik sosoknya yang ramah dan dermawan kepada banyak orang, Haji Iip juga dikenal sebagai suami yang sangat penyayang dan menghormati istrinya. Ia memperlakukan istrinya dengan penuh kasih sayang dan penghargaan.
Baginya, istri adalah partner hidup yang setia mendampinginya dalam suka maupun duka. Ia selalu melibatkan istrinya dalam setiap keputusan penting, baik dalam urusan bisnis maupun keluarga. Haji Iip tak pernah meremehkan pendapat istrinya, bahkan seringkali meminta masukan dan pertimbangan darinya.
Ia juga selalu berusaha meluangkan waktu untuk berdua dengan istrinya, sekadar menikmati secangkir kopi di sore hari atau berjalan-jalan di sekitar pasar. Ia menghargai setiap pengorbanan dan dukungan yang diberikan istrinya, dan tak pernah ragu untuk mengungkapkan rasa terima kasih dan cintanya.
Di mata Haji Iip, istrinya bukan hanya seorang pendamping hidup, tetapi juga sahabat terbaik dan sumber kekuatan baginya. Ia percaya bahwa keharmonisan rumah tangga adalah salah satu kunci keberkahan rezekinya.
Hikmah Yang Bisa DI Petik
Dari kisah Haji Iip, kita belajar bahwa keberlimpahan rezeki tidak hanya diukur dari materi, tetapi juga dari keberkahan yang didapat melalui kedermawanan dan keikhlasan.
Hobi yang sering disalahartikan ternyata menjadi sarana Haji Iip untuk berbagi kebahagiaan dan menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasi muda. Ia membuktikan bahwa rezeki itu akan datang berlimpah bagi mereka yang gemar berbagi dan membantu sesama. Umpan yang dilempar Haji Iip ternyata bukan hanya untuk ikan, tetapi juga untuk menjaring keberkahan yang tak terhingga.
Kita juga belajar bahwa keberhasilan seseorang tidak hanya diukur dari pencapaian di luar rumah, tetapi juga dari bagaimana ia membangun harmoni dan kebahagiaan di dalam keluarga. Haji Iip memberikan contoh bahwa keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat, antara hubungan dengan sesama dan hubungan dengan keluarga, adalah kunci kebahagiaan yang hakiki. Ia mengajarkan bahwa keluarga adalah fondasi utama dalam kehidupan, dan memperlakukan anggota keluarga dengan baik adalah bagian dari ibadah kepada Allah SWT
Lebih dari sekadar seorang tukang jagal, Haji Iip adalah potret seorang filantropis sejati. Ia mengajarkan bahwa kedermawanan dan keikhlasan bukanlah sebuah beban, melainkan investasi terbaik untuk masa depan, baik di dunia maupun di akhirat. Kisahnya mengingatkan kita bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, dan berbagi tidak akan pernah membuat kita kekurangan, justru sebaliknya, akan mendatangkan keberkahan yang berlimpah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: ((مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ، وَمَا زَادَ اللَّهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا، وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ)). رواه مسلم))
‘An Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu qala: Qala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Ma naqasat shadaqatun min malin, wa ma zada Allahu ‘abdan bi ‘afwin illa ‘izzan, wa ma tawadha’a ahadun lillahi illa rafa’ahullahu.” (Riwayat Muslim)
“Wallahu a’lam bish-shawab” (والله أعلم بالصواب)”