Menelusuri Solusi Masalah Hidup
Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag (Wadek 1 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Unisba)

HIDUP tak selalu berjalan di atas datarannya yang damai. Ia menghidangkan gelombang ujian, terpaan musibah, dan liku-liku kegetiran yang kerap membuat hati mengendur dan akal pun buntu. Dalam setiap simpang jalan kehidupan, manusia merindukan cahaya yang menuntun, suara yang menenangkan, dan pelukan langit yang meneguhkan. Di sinilah Al-Qur’an hadir bukan hanya sebagai kitab suci, melainkan sebagai pelita batin, obat bagi keresahan, dan nafas baru bagi jiwa yang letih.
Manusia sering terjebak dalam ego bahwa ia bisa menuntaskan segalanya dengan kekuatan dirinya sendiri. Namun, saat semua jalan tertutup, dan rencana yang rapi pun runtuh, ada satu arah yang tak pernah menolak: arah menuju Allah. Kembali kepada-Nya bukan pertanda lemah, tapi pernyataan paling jujur bahwa hanya Dia-lah tempat kembali yang sejati.
*وَمَن يَتَّقِ ٱللَّهَ يَجْعَل لَّهُۥ مَخْرَجًا وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ۚ
“Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.”(QS. At-Talaq: 2–3)
Ketakwaan adalah pelita di tengah gelapnya ujian. Ia tak menjanjikan jalan yang mulus, tetapi mengarahkan langkah agar tak tersesat. Dan sering kali, dari celah yang tak terlihat oleh mata, pertolongan Allah menjelma dalam bentuk yang paling indah.

Sabar dan Salat
Dalam badai yang mengamuk, dua sayap harus dikembangkan: sabar dan shalat. Sabar bukan hanya menahan perih tetapi juga menjaga akal tetap jernih, dan hati tetap yakin. Sementara shalat adalah ruang rahasia antara hamba dan Tuhannya—tempat segala beban dilepas, segala tangis dipeluk.
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّـٰبِرِينَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)
Shalat tak hanya menghubungkan manusia dengan langit tetapi juga menata ulang jiwanya agar siap menghadapi bumi. Sabar menjaga kita dari keputusasaan, dan shalat menghidupkan harapan dalam dada.
Di saat manusia tak lagi mampu berkata-kata, saat hati hanya bisa berbisik lirih, doa menjadi jembatan rahasia yang tak pernah tertutup. Doa adalah pengakuan, pengaduan, sekaligus penyerahan yang paling tulus.
وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدْعُونِىٓ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Dan Tuhanmu berfirman: Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.”(QS. Ghafir: 60)
Allah tak pernah jenuh mendengar. Bahkan ketika manusia lelah mengulang permohonan yang sama, Allah tetap mencatat, memelihara, dan menyiapkan jawaban terbaik—pada waktu terbaik.
Seberat apapun beban, selama langit tak pernah menutup doa maka keputusasaan adalah kesalahan arah, bukan kondisi. Di zaman serba cepat ini, ketika tekanan hidup kerap datang tanpa jeda, Al-Qur’an mengingatkan: putus asa bukan tempat bernaung bagi jiwa yang beriman.
وَلَا تَيْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَيْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَـٰفِرُونَ
“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tidak ada yang berputus asa dari rahmat Allah, kecuali orang-orang kafir.” (QS. Yusuf: 87)
Harapan bukan sekadar rasa positif yang fana tapi cahaya ruhani yang memberi napas pada langkah-langkah lelah. Dalam gelapnya malam yang panjang, rahmat-Nya hadir senyap—menyusup seperti embun, menyejukkan luka yang paling dalam.
Ujian adalah Jalan
Tak ada hidup yang steril dari ujian. Bahkan di tengah gemerlap dunia digital, di balik senyum di layar dan pencapaian yang dipamerkan, ada pergulatan batin yang tak terpublikasi. Para nabi—yang paling dicintai Allah—pun diuji dengan beban paling berat. Karena justru lewat ujian, hati disaring, cinta diuji, dan iman dimurnikan dari kemunafikan.
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَىْءٍۢ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍۢ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah: 155)
Hidup tanpa ujian bagaikan taman tanpa musim gugur—indah di permukaan tapi hampa di kedalaman. Justru melalui retakan-retakan itu, manusia membuka jalan kembali kepada Tuhannya, dengan langkah yang lebih rendah hati dan jiwa yang lebih mengerti.
Pertolongan kerap hadir lewat tangan sesama, namun sering pula berpulang dari kepedulian yang kita tanam. Di zaman ini, ketika individualisme makin menguat dan simpati makin mahal, menolong menjadi lebih dari sekadar tindakan moral—ia adalah napas spiritual yang menghubungkan manusia dengan Tuhannya.
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُ بِٱلْعَدْلِ وَٱلْإِحْسَـٰنِ
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan…”(QS. An-Nahl: 90)
Membantu bukan sekadar mengangkat beban orang lain, tetapi juga meruntuhkan tembok keakuan dalam diri sendiri. Dalam setiap sedekah, ada jejak harapan yang suatu hari akan kembali—bukan hanya sebagai balasan, tapi sebagai bukti bahwa kasih sayang Tuhan tak pernah absen dari mereka yang peduli.
Ketidakseimbangan dalam mengelola emosi dan harta kerap menjadi celah masuknya krisis dalam hidup, baik pribadi maupun sosial. Di tengah dunia yang serba cepat dan kompetitif, kemampuan menahan gejolak emosi serta membelanjakan harta dengan pertimbangan matang menjadi kunci menghadirkan ketenangan batin dan keberkahan hidup.
وَٱلَّذِينَ إِذَآ أَنفَقُوا۟ لَمْ يُسْرِفُوا۟ وَلَمْ يَقْتُرُوا۟ وَكَانَ بَيْنَ ذَٰلِكَ قَوَامًۭا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan dan tidak pula kikir, dan (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.”(QS. Al-Furqan: 67)
وَٱلْكَـٰظِمِينَ ٱلْغَيْظَ وَٱلْعَافِينَ عَنِ ٱلنَّاسِ ۗ
“Dan (mereka) yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.” (QS. Ali Imran: 134)
Mengelola harta secara arif serta menahan amarah di tengah provokasi dan tekanan sosial merupakan bentuk kematangan jiwa. Dari sikap itulah tumbuh ketenangan, terjaga relasi, dan terbuka jalan keluar yang sering kali datang dengan cara yang tak disangka.
“Wahai Zat yang tak pernah tidur saat hamba-Mu menangis,
Yang tetap dekat meski manusia menjauh,
Angkatlah beban yang menghimpit dada,
Lapangkan jalan bagi yang terhimpit nestapa,
Dan jadikan setiap air mata sebagai benih kekuatan,
Agar kami bisa mencintai-Mu dengan keikhlasan yang sebenar-benarnya…”
Amin ya Rabbal Alamin. (ADS)