Opini

‘Perdagangan’ yang Sesungguhnya Menurut Perspektif Islam

Oleh Dr. Asep Dudi Suhardini, M.Ag

DI balik dinamika kehidupan yang serba cepat dan berorientasi pada dunia, manusia sering kali melupakan bahwa ada transaksi yang jauh lebih bermakna daripada sekadar angka di atas kertas atau barang di pasar. Transaksi itu adalah tijarah, sebuah konsep perniagaan dalam Al-Qur’an yang tidak hanya mencerminkan aktivitas ekonomi, tetapi juga perjalanan spiritual.

Dalam ayat-ayat-Nya, Allah berbicara tentang tijarah sebagai cermin dari pilihan hidup manusia—apakah ia memilih jalan yang membawa keuntungan sejati, atau malah tersesat dalam perniagaan yang merugikan. Tijarah adalah metafora kehidupan: suatu proses pertukaran di mana kita menyerahkan waktu, tenaga, dan jiwa demi meraih sesuatu yang kita nilai berharga. Namun, apakah nilai itu selaras dengan hakikat keberadaan kita di dunia ini?

Fathir (35): 29

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَـٰبَ ٱللَّهِ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَأَنفَقُوا۟ مِمَّا رَزَقْنَـٰهُمْ سِرًّۭا وَعَلَانِيَةًۭ يَرْجُونَ تِجَـٰرَةًۭ لَّن تَبُورَ

“Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca Kitab Allah, melaksanakan shalat, dan menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.”

Di balik kalimat ini, tersimpan keagungan janji Allah yang tidak pernah pudar. Seperti seorang pedagang yang dengan hati-hati menghitung untung-rugi sebelum melangkah, para hamba yang berserah diri kepada Allah diajak untuk merenungkan “tijarah” mereka. Mereka yang melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an tidak hanya menggugah pendengaran, tetapi juga menanamkan makna dalam hati, membangun jembatan antara dunia dan akhirat. Shalat yang ditegakkan adalah komitmen harian kepada-Nya, sementara infak adalah bukti bahwa cinta terhadap dunia telah dilampaui oleh keimanan. Perniagaan ini tidak akan pernah gagal, karena hasilnya adalah rida Allah dan abadi dalam surga.

See also  Di Balik Ungkapan Keluarga 'Sakinah'

As-Saff (61): 10-11

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ تِجَـٰرَةٍۢ تُنجِيكُم مِّنْ عَذَابٍ أَلِيمٍۢ (١٠) تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَتُجَـٰهِدُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ بِأَمْوَٰلِكُمْ وَأَنفُسِكُمْ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌۭ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ (١١)

“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah Aku tunjukkan kepadamu suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? Yaitu, kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”

Allah, Sang Pemilik segala keuntungan, menawarkan kepada manusia perniagaan yang istimewa. Namun, ini bukan perniagaan yang dihitung dengan angka duniawi. Sebaliknya, ini adalah investasi iman, di mana setiap langkah kepercayaan kepada Allah dan Rasul-Nya membawa keuntungan tak terhingga. Jihad di jalan Allah bukanlah sekadar perjuangan fisik, tetapi juga melibatkan harta, waktu, dan energi. Keuntungan dari tijarah ini adalah kebebasan dari azab yang pedih dan kedekatan dengan-Nya. Tawaran ini bukan hanya menguntungkan; ia adalah puncak dari segala transaksi yang dapat diimpikan manusia.

Al-Baqarah (2): 16

أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ ٱشْتَرَوُا۟ ٱلضَّلَـٰلَةَ بِٱلْهُدَىٰ فَمَا رَبِحَتْ تِّجَـٰرَتُهُمْ وَمَا كَانُوا۟ مُهْتَدِينَ

“Mereka itulah orang-orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk. Maka perniagaan mereka itu tidak beruntung dan mereka tidak mendapat petunjuk.”

Ada juga perniagaan yang keliru, yang menukarkan petunjuk Allah dengan kesesatan duniawi. Mereka yang terjerumus dalam transaksi ini menjual akhiratnya demi kesenangan sementara, berharap keuntungan instan yang tidak pernah nyata. Tijarah mereka ibarat berdagang dalam kegelapan, tanpa panduan yang benar, sehingga akhirnya mereka kehilangan segalanya. Ayat ini adalah peringatan agar kita berhati-hati, memastikan bahwa pilihan-pilihan hidup kita tetap terarah pada cahaya-Nya.

See also  Rukun dan Ruh Pesantren

At-Taubah (9): 24

قُلْ إِن كَانَ ءَابَآؤُكُمْ وَأَبْنَآؤُكُمْ وَإِخْوَٰنُكُمْ وَأَزْوَٰجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَٰلٌ ٱقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَـٰرَةٌۭ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَـٰكِنُ تَرْضَوْنَهَآ أَحَبَّ إِلَيْكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٍۢ فِى سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُوا۟ حَتَّىٰ يَأْتِىَ ٱللَّهُ بِأَمْرِهِۦ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلْفَـٰسِقِينَ

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.'”

Kecintaan kepada dunia adalah penghalang terbesar bagi keberhasilan tijarah dengan Allah. Ayat ini menjadi cermin, menantang kita untuk menilai prioritas hidup. Apakah harta, keluarga, dan kesenangan duniawi telah menggeser Allah dari pusat hati kita? Jika iya, kita diminta untuk berhenti sejenak, merenungi ke mana sebenarnya arah langkah kita. Hanya dengan cinta kepada Allah yang mendalam, perniagaan hidup ini akan membawa kebahagiaan sejati

Al-Jumu’ah (62): 11

وَإِذَا رَأَوْا۟ تِجَـٰرَةً أَوْ لَهْوًا ٱنفَضُّوٓا۟ إِلَيْهَا وَتَرَكُوكَ قَآئِمًۭا ۚ قُلْ مَا عِندَ ٱللَّهِ خَيْرٌۭ مِّنَ ٱللَّهْوِ وَمِنَ ٱلتِّجَـٰرَةِ ۚ وَٱللَّهُ خَيْرُ ٱلرَّٰزِقِينَ

“Dan apabila mereka melihat suatu perniagaan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan meninggalkan engkau (Muhammad) yang sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah, ‘Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan,’ dan Allah adalah pemberi rezeki yang terbaik.”

Ayat ini menggambarkan momen dalam sejarah Islam ketika sebagian sahabat tergoda meninggalkan khutbah Jumat demi menyambut kafilah dagang yang datang dengan kemeriahan dan peluang keuntungan. Fenomena ini adalah cerminan kelemahan manusia yang sering kali mengutamakan kepentingan duniawi atas urusan ukhrawi.

See also  Rakyat Dibayangi Pertanyaan: Mungkinkah Komunisme-PKI Bangkit Kembali?

Allah mengingatkan bahwa apa yang berada di sisi-Nya jauh lebih baik dibanding segala bentuk kesenangan sementara, baik itu berupa lahwun (hiburan) maupun tijarah (perniagaan). Perniagaan yang sejati adalah yang dilakukan dalam rangka mencari rida Allah, bukan sekadar mengejar keuntungan materi.

Pesan ini relevan dalam kehidupan kontemporer, di mana godaan dunia kerap menyita perhatian manusia dari kewajiban spiritualnya. Ia menjadi pelajaran untuk mengutamakan Allah dalam segala situasi, karena hanya Dia pemberi rezeki yang hakiki. Apa pun bentuk rezeki yang kita kejar, sejatinya datang dari-Nya, bukan dari usaha kita semata.

Ya Allah, Pemilik segala perniagaan, ajarkan kami menghitung langkah-langkah hidup kami dengan panduan cahaya-Mu. Jadikan amal kami sebagai investasi abadi, bukan sekadar angka yang berlalu. Jangan biarkan kami tertipu oleh kilauan dunia yang fana. Dekatkan hati kami kepada-Mu, agar setiap langkah membawa kami menuju ridha-Mu. Ampuni kelemahan kami, perkuat keimanan kami, dan terimalah perniagaan kami yang kecil ini di hadapan keagungan-Mu

Ya Allah, Pemilik segala transaksi, pandulah hati kami agar memilih perniagaan yang tak pernah rugi. Ajarkan kami menghargai setiap detik yang Kau berikan untuk berinvestasi dalam keridhaan-Mu. Jauhkan kami dari tipu daya dunia yang menyesatkan, dan kuatkan iman kami untuk mendahulukan-Mu di atas segalanya.

Tuhan yang Maha Pengasih, jadikan kami pedagang yang jujur dalam iman dan amal, hingga kami dapat menghadap-Mu dengan hati yang bersih dan timbangan yang penuh. Terimalah segala usaha kami, meski kecil dan penuh kekurangan. (ADS)

Show More

Related Articles

Back to top button